Kisah dimulai dari seorang Alex Lewis mengalami kecelakaan motor pada tahun 1982. Setelah mengalami koma selama 3 bulan, remaja berusia 18 tahun itu akhirnya terbangun. Hal pertama yang dilihatnya adalah saudara kembarnya, Marcus.
Tapi, hanya itu saja. Tidak lebih dari itu. Alex tidak lagi mengingat apa pun dalam hidupnya. Termasuk seorang wanita panik yang selalu menanyakan keadaannya.
"Dia adalah ibu kita,"Â ujar Marcus kepada Alex.
Sejak saat itu, Alex seperti terlahir kembali. Sebagai seorang bayi yang langsung tumbuh dewasa.
Semua orang yang berada di sekitarnya, tidak ia kenali. Semua jalan yang ia telusuri, terasa asing. Semua hal yang pernah ia alami, tidak lagi nyata di benak Alex.
Semuanya, kecuali Marcus.
**
Ini adalah sebuah film dokumenter NetFlix (2019). Tema yang diusungnya rada klise, tentang amnesia. Namun, isinya bukanlah drama kacangan ala sinetron-sinetronan.
Menyaksikan Film ini serasa sedang menonton aksi psychological thriller. Dibuat berdasarkan kisah nyata, dan melibatkan pelaku sesungguhnya. Itulah yang membuatnya menarik.
Jangan mengharapkan ada adegan laga, film ini hanya menyuguhkan dialog dan monolog saja. Tapi, tidak membosankan. Sang sutradara Ed Perkins berhasil membangun rasa penasaran penonton, "apakah sebenarnya yang terjadi?"
Konflik yang ditimbulkan pun cukup mengejutkan. Alhasil 1 jam 25 menit terasa begitu cepat berlalu. Â Â
Prolog
Alex dan Marcus tinggal di sebuah rumah besar di kawasan pinggiran kota London. Mereka berasal dari kaum bangsawan Inggris yang terhormat.
Namun, bagi Alex itu tidak berarti apa-apa. Sejak pertama kali menginjakkan kakinya (kembali) ke pintu rumah, semua terasa asing. Bahkan, terasa sedikit mengerikan.
Ayahnya adalah seorang yang sangat tidak ramah, sekaligus pemarah. Kembalinya Alex sama sekali tidak menggugah hatinya. Sikapnya dingin, bak seorang komandan militer.
Ia tidak segan-segan memukul meja dengan keras, apabila ada sesuatu yang menurutnya salah. Suasana di meja makan benar-benar penuh ketegangan.
Lain lagi dengan ibu mereka. Meskipun ia tidak percaya dengan kejadian hilang ingatan Alex, tapi sikapnya selalu hangat. Ia selalu tampil ceria, tertawa lepas, dan memeluk anak-anaknya dimanapun mereka berada.
Act 1 // Alex
"Bayangkan sebuah tempat yang hitam dan gelap. Kamu kehilangan semua dalam hidup, dan memulainya dari sebuah lembaran putih. Bayangkan bagaimana anehnya itu."
Ini adalah dialog Alex dalam film. Sebagai pembuka dari kisah dokumenter ini. Mengisahkan tentang amnesia yang ia alami. Dan bagaimana ia membangun kembali hidupnya dari ketidaktahuan. Â
Enam bulan pertama adalah masalah tersulit yang dialami Alex. Ia harus belajar mengenali siapa dirinya, siapa keluarganya, dan juga bagaimana kehidupannya yang hilang.
**
Selama enam bulan, Marcus-lah yang mengajarinya semua. Tentang di mana mereka tidur, dimana makan, letak kamar mandi, dan semua hal-hal kecil dengan detail.
Alex sangat mengandalkan Marcus atas semua hal yang telah hilang darinya. Termasuk memori penting dalam hidupnya.
"Apakah kita pernah liburan keluarga? Dan di mana saja?" tanya Alex.
Marcus dengan sabar menyusun bagian demi bagian. Memori yang telah lenyap dari benak Alex. Foto-foto kenangan semasa mereka di pantai, sewaktu mereka merayakan ulang tahun bersama. Semuanya disusun dengan begitu indahnya.
Alex bukanlah seorang yang ingin mencari tahu lebih banyak. Baginya, mengetahui tanpa pernah mengingat sudah lebih dari cukup.
Alex bukanlah pribadi yang penasaran. Marcus telah mengajarkannya bagaimana menjadi normal. Baginya, kehidupan yang normal adalah yang dilakukan oleh keluarganya.
Alex tidak pernah bertanya. Ia tidak pernah mempermasalahkan, mengapa mereka harus tinggal di gedung yang terpisah dari rumah utama. Area bekas gudang yang telah didesain sebagai daerah kekuasaan mereka berdua.
Alex tidak pernah heran, mengapa mereka tidak diperbolehkan untuk memegang kunci utama di dalam rumah. Termasuk kamar-kamar tertentu yang hanya bisa dimasuki oleh orangtuanya saja.
Bagi Alex, itu normal. Mengingat ayahnya adalah seorang diktator yang memiliki banyak aturan. Terlebih penting lagi, normal bagi Alex karena ia tidak memiliki perbandingan, tidak ada referensi, dan tidak punya memori.
Sementara Marcus telah melakukan tugasnya dengan baik. Ia telah mengajarkan Alex untuk menerima semuanya apa adanya.
Act 2 // Marcus
"Bayangkan sebuah tempat yang hitam dan gelap. Kamu kehilangan semua dalam hidup, dan memulainya dari sebuah lembaran hitam. Bayangkan bagaimana mengerikannya itu."
Ini adalah dialog Marcus dalam film. Sekilas tampak bisa saja. Mengisahkan tentang amnesia yang dialami oleh Alex, saudara kembarnya.
Nyatanya tidak demikian. Dialog ini mengandung makna tersembunyi yang ingin disampaikan oleh Ed Perkins, sang sutradara. Tentang bagaimana amnesia Alex mengandung berkah, sekaligus bencana.
**
Kisah berlanjut setelah ayah mereka berdua sekarat. Sebuah pertanyaan terakhir dari sang ayah; "maukah engkau memaafkan diriku atas semua yang telah kulakukan pada kalian berdua?"
"Tentu ayah, aku memaafkanmu,"Â jawab Alex. Tapi tidak demikian dengan Marcus;
"Aku tidak pernah akan memaafkanmu atas semua hal yang telah engkau lakukan pada saya." Itulah jawaban Marcus atas permintaan terakhir ayahnya.
Alex mulai menyadari, meskipun mereka kembar identik, namun ada perbedaan dalam bersikap.
Ketika Alex menanyakan, mengapa Marcus tidak memaafkan ayahnya? Apakah yang ia lakukan kepada kita? Marcus hanya menjawab singkat;
"Untuk apa? Itu bukan sesuatu hal yang penting." Alex hanya terdiam, dan sekali lagi tidak pernah mempertanyakannya lagi.
**
Setelah kepergian ayahnya, Alex merasa akan ada yang berbeda dari hidupnya. Mereka mungkin bisa sedikit lebih bebas.
Nyatanya tidak, rumah utama tetap adalah daerah terbatas bagi kedua saudara ini. Kunci rumah tetap menjadi milik ibunya, pengganti ayahnya.
Namun, Alex tetap saja tidak curiga. Baginya itu adalah warisan yang harus dijaga oleh seorang istri yang setia.
Tidak lama kemudian, ibunya meninggal, akibat kanker otak ganas yang ia derita.
Semuanya berubah setelah kedua anak ini menjadi pewaris tunggal. Ruangan yang dulu terlarang kini sudah menjadi wilayah jelajah. Satu persatu bagian rumah mereka telusuri, menyelisik peninggalan kedua orangtuanya.
**
Dari sinilah keanehan mulai muncul. Sedikit demi sedikit rahasia keluarga ini mulai terkuak.
Di ruang kerja ayahnya, banyak lembaran-lembaran uang yang disembunyikan di dalam bekas-bekas botol selai. Di ruang bawah tanah tersimpan semua hadiah natal dan tahun baru kepada Alex dan Marcus yang tak pernah dibuka. Dan di lemari ibunya, banyak sex toy.
Titik puncaknya adalah sebuah foto yang tersimpan di dalam lemari terkunci ibunya. Sebuah foto tua. Foto Alex dan Marcus saat masih kecil. Telanjang, tanpa busana. Setengah tersobek, pada bagian kepala mereka.
"Apakah kita pernah mengalami pelecehan seksual sewaktu kecil?" Untuk pertama kalinya, Alex mulai merasa terganggu. Ia bertanya kepada Marcus yang memutuskan untuk tetap diam.
"Apakah kita pernah mengalami pelecehan seksual sewaktu kecil?" Alex bertanya Kembali kepada Marcus yang berjalan menuju dapur.
"Apakah ibu yang melecehkan kita?" Pertanyaan ketiga dilontarkan, dan Marcus hanya menjawab singkat; "Iya, ibu pernah! Ia melecehkan kita berdua."
"Kapan kejadiannya? Bagaimana bisa? Mengapa ibu melakukan itu?" Pertanyaan selanjutnya datang bertubi-tubi. Namun, tidak pernah dijawab lagi oleh Marcus.
Act 3 // Tell Me Who I Am
Marcus telah memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan Alex. Konsekuensinya, mereka harus terpisah. Alex menganggap jika Marcus telah mengkhianatinya. Sebagai satu-satunya orang yang ia percayai telah membohonginya dengan kisah indah palsu.
Ia ingin tahu masa lalunya yang kelam, yang lenyap dari bayangannya. Tapi, Marcus tetap bersikeras. Itu adalah pil pahit yang tidak perlu ditelan oleh Alex. Ia menyanyangi Alex dan tidak perlu lagi melibatkannya ke dalam neraka yang pernah diderita.
"Alex telah melupakan masa lalunya akibat amnesia, sementara saya telah melenyapkan masa laluku dengan usahaku sendiri," pernyataan Marcus menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk diam.
Karena baginya, hidup Alex sudah cukup rumit dengan amnesia yang ia alami. Menyembunyikan kejadian sebenarnya adalah cara terbaik untuk melindungi Alex. Sekaligus melindungi dirinya, membuang jauh semua rasa sakit dari trauma yang pernah ia alami.
Meskipun dengan sebuah akibat yang sangat tidak nyaman. Marcus harus rela dicap pembohong oleh saudara satu-satunya sendiri. Marcus harus rela Alex meninggalkannya dan tidak pernah mau bertemu dengannya lagi.
Setelah 32 tahun berlalu, mereka akhirnya ketemu lagi. Mereka telah memiliki kehidupannya masing-masing. Menikah dan memiliki keluarga kecil.
Marcus tetap menyarankan Alex untuk melupakan. Sementara Alex mengaku jika rasa penasarannya telah menghantuinya selama ini. Ia masih terus mencari tahu siapakah ibunya yang sebenarnya. Apakah ia adalah seorang penyayang, atau seorang monster.
Akhirnya Marcus mengalah. Ia sadar jika dirinya tidak bisa selamanya melindungi Alex. Dia sadar bahwa Alex telah bertekad untuk menerima segala konsekuensi dari masa lalu mereka yang kelam.
Marcus pun meninggalkan sebuah rekaman dirinya yang mengisahkan semua hal dengan detail. Di sinilah semuanya terbuka. Dengan detail dan jelas.
Bagaimana kebiadaban sang ibu terhadap kedua putra kembarnya. Bukan hanya pelecehan seksual semata. Lebih tepatnya sebuah kegilaan yang tak pernah Anda bayangkan.
Sebuah kisah sederhana tentang kehidupan. Dibuat dengan begitu apik sekaligus mengerikan. Pada akhirnya kamu tidak akan pernah percaya, jika film ini adalah sebuah kisah nyata.
**
Acek Rudy for Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H