Marilah kembali kepada hakekatnya, boneka adalah mainan anak-anak. Sangat berguna bagi tumbuh kembang si buah hati.
Anak-anak senang bermain boneka, melihat wajah si kecil, orangtua mana pun pasti akan bahagia.
Apalagi dengan boneka, sang anak bisa mengembangkan ketrampilan sosialnya, melatih sifat tanggung jawabnya, dan sekaligus mengembangkan perasaan empati dan belas kasih.
Jadi, tidak bisa dipungkiri jika boneka adalah sebuah permainan yang mendidik sekaligus menghibur. Setiap anak hampir pasti tumbuh bersama boneka kesayangannya.
Sayangnya, fungsi boneka kemudian beralih fungsi setelah fenomena boneka arwah menjadi viral akhir-akhir ini. Mungkin saja banyak yang mencibir. Kebiasaan yang dianggap tidak lazim lantas menimbulkan kontroversi.
Namun, pendapat Stephani Raihana Hamdan dapat memberikan penjelasan yang lebih rasional. Dikutip dari CNBCIndonesia, psikolog ini menghubungkan hobi yang viral ini dengan kebutuhan manusia untuk merawat dan memelihara (nurturing).
Untuk menyalurkan kebutuhan nurturing, bisa saja dengan mengoleksi barang, memelihara hewan, tanaman, atau merawat orang.
Tapi, kebutuhan ini berbeda dalam diri setiap manusia. Nah, boneka arwah menjadi salah satu opsi di dunia yang sudah semakin berbeda ini. Dijadikan sebagai anak sungguhan yang punya nyawa.
Lupakan perasaan bergidik atau kerutan kening dengan arwah yang konon berada di dalam boneka. Jika memang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan nurturing, maka sah-sah saja.
Adapun resiko terkait hobi yang tidak biasa ini, tentunya berada di tangan pemiliknya. Bukanlah kapasitas penulis untuk menilai.