Ledy sudah bekerja di perusahaanku selama 3 tahun. Nama aslinya "boy banget." Meskipun ia juga senang dipanggil dengan Barbie atau Blonde.
Pada saat manager toko mewawancarainya, saya kebetulan ada di sana. Ragu dengan keputusannya sendiri, saya pun mengambil alih.
"Terima saja. Ia punya potensi," ujarku kepada Widya, sang manajer.
Nyatanya feeling-ku benar. Sekarang Ledy telah menjadi ikon perusahaan. Selalu tampil dalam acara Instagram Live mingguan. Membuat heboh warga sekampung dengan aksinya yang klimis-unyis.
Saya tidak punya alasan pasti saat merekrutnya. Bagiku, gayanya yang unik adalah sebuah kekuatan. Sesuai dengan prinsipku, jika ingin berbeda, jadilah yang berbeda.
Nyatanya Ledy pun senang bekerja di sini. Semua karyawan menyukainya, pelanggan pun demikian. Ia patuh dan tepat waktu. Rajin bekerja dan jarang kena teguran. Kecuali untuk lipstik yang ia sembunyikan dari balik masker.
Ketika membaca topik pilihan di Kompasiana tentang "Kebutuhan Disabilitas," saya lantas bertanya. Apakah si Ledy ini termasuk penyandang disabilitas.
Bisa iya, bisa tidak tergantung dari defenisinya. Mengutip dari laman Kemensos.go.id, Waria termasuk salah satu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.
Ia termasuk dalam kategori ke-5 pada laman tersebut. Bagian dari kelompok besar "Minoritas."
Secara fisik, kategori ini bisa saja memiliki tubuh yang sehat. Namun, jiwa mereka terkadang dianggap sesat.