Pemerintah melanjutkan galian dengan membuat terowongan sepanjang 30 km. Daerah berlindung yang dapat menampung sekitar 8 juta penduduk Beijing.
Pada tahun 1975, proyek ini selesai. Memakan waktu sekitar 6 tahun sejak 1969. Bukan hanya di Beijing, tapi juga 75 kota besar di China. Jika bom atom benar-benar dijatuhkan, tercatat 60% penduduk China masih bisa selamat.
Nyatanya, ancaman nuklir tidak pernah jadi kenyataan. Namun, sebagian penduduk sudah terlanjur nyaman berada di sana. Mereka merasa hangat di musim dingin, dan sejuk di musim panas.
Apa yang dulunya legal, kemudian dibuat illegal.
Pada 2010, keberadaan Suku Tikus menjadi perhatian khusus. Pemerintah China menganggapnya sebagai masalah sosial. Selain berbahaya bagi penduduknya, Suku Tikus dianggap tidak mewakili kemegahan kota Beijing.
Pada tahun 2015 pemerintah melakukan razia di tempat ini. Lebih dari 120 ribu orang kena gusur. Padahal sebagian dengan resmi menyewanya. Kepada siapa? Tiada yang tahu.
Sebagai gantinya, pemerintah pusat lantas berkeinginan mengalih fungsikan tempat tersebut. Proyeknya besar dan mentereng, dinamakan Kota Bawah Tanah (Dixia Cheng).
Tujuannya komersil, areal pabrik, pergudangan yang bisa disewakan, hingga area umum tempat bermain.
Tidak masalah, sebabnya areal tersebut memang luas. Namun, pada zamannya bunker yang diciptakan Mao ini tidak hanya sekadar tempat perlindungan. Infrastruktur juga sudah siap.
Bahu membahu rakyat di bawah perintah partai komunis, mampu menciptakan sebuah ruang dan jaringan yang luar biasa. Karena dimaksudkan sebagai hunian panjang, fasilitas pun direncanakan.
Pemerintahan Mao telah menyediakan banyak bilik, dapur, toilet umum. Ruangan genset, lengkap dengan saluran pembuangan, ventilasi udara, saluran pipa gas, kabel listrik, hingga ruang khusus merokok.