Usaha Benny berbuah manis, gaya baru The Rollies berhasil menghentak blantika musik Indonesia dengan aliran barunya. Brass Rock yang menggabung unsur funk, soul, blues, dan rock.
Kiprah mereka bahkan hingga ke Singapura. Sampai bar dan klub malam di pusat kota. Acara rutin di Bioskop Capitol, menjadikan mereka semakin terkenal.
Phillips Singapura mengontrak mereka. Dua album ditelurkan. Satunya irama keroncong, satunya lagi cover lagu terkenal luar negeri dengan gaya mereka sendiri.
Album mereka laris di Singapura, musik mereka diminati hingga ke Malaysia, Thailand, dan Jepang.
Dekade 70an adalah masa keemasan. The Rollies berada di atas angin pada saat godaan narkoba datang menerpa. Tiga personel kena dampak, Deddy, Iwan, dan Gito.
Masa depan The Rollies terancam. Berimbas kepada kualitas buruk bermusik. Malas Latihan, sibuk pesta, dan tampil tidak maksimal. Benny pun muncul sebagai pimpinan.
Iwan dan Gito diskors hingga berkomitmen untuk tidak lagi menyentuh narkoba. Sementara Deddy memilih mundur karena sering overdosis. Posisinya diganti dengan Oetje F. Tekol. Pada masa ini, masuk pula Jimmy Manoppo sebagai drummer.
Setelah kasus narkoba, mereka kembali bikin album lagi. Di panggung manggung, mereka adalah raja. Penggemarnya tersebar dari Aceh ke Papua. Rekor mereka juga tidak kira-kira. Pernah dalam sekali tur, 30 kota sekaligus.
Susah untuk mengakui jika The Rollies bukan band yang besar. Mereka penuh talenta. Dimulai dari British Rock yang sedang digemari, mereka rajin melakukan eksperimen.
Album keroncong yang dihasilkan membuktikan betapa luasnya kemampuan bermusik mereka. Ini belum termasuk bereksperimen dengan musik tradisional Nusantara.
Gamelan bali, rebab, gambang, kendang, gong, saron, semuanya dijadikan satu dalam lagu Manuk Dadali versi The Rollies. Lagu-lagu mereka adalah eksplorasi yang menggairahkan.