Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

[RTC] Mengapa Bahasa Belanda Tidak Menjadi Bahasa "Keminggrisan"?

8 November 2021   08:57 Diperbarui: 8 November 2021   13:15 6529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan Pak Tjiptadinata Effendi yang berjudul: Tulisan Keminggrisan Mengisyaratkan Orang Sudah Kehilangan Jiwa Nasional? mengulik perasaanku.

Ramai terdengar, para penulis di Kompasiana mengkampanyekan tulisan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Istilah Keminggrisan pun seolah-olah menjadi idealisme sesat yang harus dibuang.

Sejujurnya, saya termasuk salah satunya. Keminggrisan bagi saya adalah hal terakhir yang bisa digunakan. Namun, saya bukan pembenci bahasa Inggris.

Saya bahkan setuju dengan pernyataan Pak Tjip, keminggrisan juga memiliki fungsinya sendiri. Khususnya untuk sebuah tujuan, seperti tidak memiliki kosakata yang tepat dalam bahasa Indonesia, atau untuk tujuan penekanan.

Sebelum perdebatan ini terjadi, jauh sebelumnya keminggrisan telah menjalar sebagai tren dalam kehidupan kaum kolonial. Tepatnya pada tahun 1980an. Mulai dari percakapan sehari-hari hingga bahasa media.

Namun, masih dalam tahap wajar. Bahasa Inggris yang diucapkan, seringkali pula diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Seiring waktu berjalan, penggunaan kalimat berbahasa Inggris semakin banyak. Para penggunanya tidak lagi peduli menerjemahkannya. Seolah-olah bahasa Inggris adalah bagian dari bahasa Nasional.

Bisa dimaklumi, karena bahasa Inggris telah menjelma menjadi bahasa internasional. Sayangnya, bangsa Indonesia bukan "pewaris" bahasa Inggris, sehingga kebanyakan orang Indonesia tidak fasih menggunakannya. Jadilah penggunaan bahasa Inggris yang kurang tepat dan seringkali mengundang tawa.

Yang saya maksudkan sebagai bukan "pewaris" karena kita adalah bekas jajahan Belanda. Jadi, seharusnya bahasa Belanda lebih dekat dengan bahasa sehari-hari daripada bahasa Inggris.

Ada fakta menarik, di Asia Tenggara, hanya Indonesia yang tidak menggunakan bahasa penjajahnya sebagai bahasa kedua. Kita lihat Malaysia dan Singapura. Bahasa Inggris menggebu-gebu di sana. Di Filipina, penggunaan bahasa Spanyol sangat luas, hingga bahasa Inggris Amerika mengambil alih pada akhir abad ke-19.

Bahkan Timor Leste yang sempat bergabung dengan Indonesia saja, masih menggunakan bahasa Portugis dalam kesehariannya. Begitu pula dengan Vietnam, Laos, dan Kamboja, bahasa Perancis masih digunakan sampai mereka menerapkan bahasa nasionalnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun