Apa yang dimaksud dengan makanan China? Apakah karena rasanya, namanya, teknik memasaknya, atau kah dimasak oleh orang Tionghoa?
Daftar makanan China mudah ditebak. Ada Capcai, Lumpia, Fuyunghai dan lain-lain. Tapi, lucunya jenis makanan tersebut justru tidak dikenal di China.
Sebenarnya fenomena ini juga terjadi di Indonesia. Sebagaimana Nasi Padang yang tidak ada di Padang. Begitu pula dengan Nyuk-nyang Toraja yang hanya ada di Makassar.
Nah, kira-kira begitulah. Berikut adalah sederetan makanan China yang tidak dikenal di China, termasuk asal-usulnya.
Nasi Ayam Hainan yang Diperebutkan Singapura dan Malaysia
Jangan kira Nasi Ayam Hainan ada di kampung halamannya. Orang Hainan asli bahkan tidak tahu apa itu Nasi Ayam.
Makanan ini sangat terkenal di negara Asia Tenggara. Modelnya adalah ayam rebus yang disajikan lengkap bersama tulang-tulangnya. Kaldu pun dicampur dengan kuah. Sementara nasinya dimasak dengan menggunakan santan kelapa.
Embel-embel Hainan ternyata tidak berkorelasi dengan Pulau Hainan di China. Tapi, ia berhubungan dengan teknik memasak orang-orang Hainan perantauan.
Perpaduan bawang putih, jahe, dan santan bersumber dari daerah Asia Tenggara. Alhasil, terciptalah kombinasi kelezatan teknik memasak ala China dan rempah-rempah lokal.
Ketika saya mengunjungi Pulau Hainan 6 tahun yang lalu, makanan ini benar-benar tidak ada. Yang ada adalah ayam Wengchang, sebuah daerah di bagian Pulau Hainan.
Namun, ayam Wengchang bukanlah masakan khusus. Ia mengacu kepada jenis ayam tanpa lemak yang banyak dipelihara orang dengan teknik tertentu di sana. Kulitnya tipis dan dagingnya empuk. Paling enak dimakan jika direbus. Â
Nasi Ayam Hainan justru banyak tersedia di Singapura dan Malaysia. Saking melimpahnya, sehingga sejak tahun 1965 kedua negara ini telah bersiteru mengklaim Nasi Ayam Hainan sebagai makanan nasional.
Bak Kut Teh, Makanan Para Kuli
Makanan ini berasal dari orang China, tapi perantauan Malaysia. Tepatnya dari kaum buruh yang bekerja di Port Klang.
Bak Kut Teh sendiri adalah sup iga babi. Dimasak dengan banyak jenis rempah dan bahan. Sebagian adalah khas China, seperti Angco, dang gui. Sebagian lagi khas Asia Tenggara, seperti kayu manis, jahe, dan bawang putih.
Pada awal abad ke-20 di Malaysia, kehidupan sangat sulit bagi kaum China perantauan. Sebagian dari mereka hidup sebagai kuli di Port Klang, Malaysia.
Iga babi yang dimasak adalah sisa makanan dari restoran atau tempat pemotongan ternak. Sementara campuran pada masakan ini berasal dari sisa-sisa obat china yang diimpor dari tanah leluhur.
Awalnya masakan ini digunakan bagi kuli sebagai tonik. Dan agar terasa lebih lezat, dicampurlah berbagai bahan penyedap rasa yang dijual di pasar lokal.
Kendati konsepnya sama, terdapat beberapa perbedaan rasa pada setiap daerah. Hal tersebut disebabkan oleh campuran bahan yang memang berbeda sesuai dengan kearifan lokal masing-masing.
Bak kut teh dimakan dengan nasi putih atau cakwe. Sungguh kaya rasanya. Tidak halal? Jangan khwatir, ada inovasi dari Malaysia. Namanya Chit Kut Teh. Daging babi digantikan dengan daging ayam. Rasanya tidak kalah lezat.
Capcai, Makanan Sisa
Siapa yang tidak kenal capcai. Aneka sayur berkuah yang gurih dan lezat ini identik dengan makanan Tionghoa.
Tapi, justru di negara asalnya, masakan ini tidak terkenal. Atau lebih tepatnya tidak memiliki nama. Konon sayuran ini berasal dari aksi spekulatif koki kerajaan. Sisa-sisa potongan sayur yang tidak terpakai kemudian diaduk menjadi satu. Kesannya, makanan murahan.
Tapi, para perantau dari China justru butuh makanan murahan. Apalagi aneka macam sayur berlimpah ruah di Nusantara. Lagipula cara bikinnya juga gampang. Tidak ada pakem khusus sayur apa yang harus dimasak. Pokoknya Cap alias sepuluh (bisa juga berarti campuran) dan cai yang berati sayur.
Fuyunghai, Bukan dari Shanghai
Ada capcay, ada fuyunghai. Sama-sama tidak dikenal di negeri asli.
Fuyunghai merupakan hidangan telur dadar dengan aneka macam campuran. Ada sayur, daging, atau makanan laut. Biasanya disajikan dengan saus asam manis dan kacang polong.
Konon kata fuyunghai berasal dari bahasa Mandarin. Mirip dengan furongdan atau telur burung fuyung. Ia merupakan makanan asli orang Shanghai. Tapi sebenarnya tidak sama. Ada pendapat yang mengatakan jika Fuyunghai versi Indonesia sudah terpengaruh oleh makanan omelette ala bule. Entahlah.
Lumpia, Cinta Pak Tjoa dan Mba Wasih
Kota Semarang terkenal dengan Lumpia. Memang demikian, karena jenis jajanan yang satu ini adalah perpaduan dari budaya Tionghoa dan Jawa. Ia tidak berasal dari negeri China.
Lun dalam bahasa Hokkian artinya lunak. Sementara pia sendiri artinya kue. Awalnya, makanan ini tidak digoreng. Sehingga dengan kulitnya yang halus, jadilah lunak rasanya. Namun, budaya Jawa kemudian menyatu, setelah cinta Bersatu.
Alkisah seorang perantau asal Fujian yang bernama Tjoa Thay Joe. Ia membuka warung dengan menu Lumpia khas China. Ada daging babinya. Syahdan, suatu hari ia bertemu dengan seorang wanita Jawa bernama Mba Wasih.
Mba Wasih juga menjual makanan yang hampir mirip. Hanya saja isinya adalah kentang dan udang kecil. Rasanya pun lebih manis.
Seiring waktu berjalan, mereka pun jatuh cinta dan menikah. Bisnis mereka kemudian dilebur menjadi satu dan jadilah lumpia Semarang seperti yang kita kenal sekarang.
Kesempurnaan rasa tercapai. Daging babi digantikan ayam. Rebung pun ditambahkan dengan kulit resep asli Tionghoa. Pemilihan udang dan telur dilakukan dengan baik sehingga tidak amis. Tidak lupa pula saus manis khas dengan acar dan lokio.
**
Nah, ini adalah 5 jenis makanan yang kedengarannya China, tapi tidak bisa ditemukan di negeri asalnya. Indonesia ini memang kaya budaya. Apa yang dianggap asing belum tentu aseng. Pembauran sudah terjadi sejak zaman dulu. Bukanlah hak penerus bangsa untuk menghancurkannya.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H