Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lady Godiva, Antara Pajak dan Penyimpangan Seksual

20 Oktober 2021   14:40 Diperbarui: 20 Oktober 2021   14:45 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lady Godiva, Antara Pajak dan Penyimpangan Seksual (suneducationgroup.com)

Lady Godiva adalah simbol keadilan, namun ada juga yang bilang ia penyakit sosial.

Alkisah pada abad pertengahan, di kota Conventry, Inggris, pajak mencekik rakyat. Permohonan penurunan cukai telah diberikan kepada bangsawan Leofric yang berkuasa di sana, tapi tak membuahkan hasil.

Bahkan istri sang bangsawan, Lady Godiva juga bisa melihat kenyataan. Betapa pajak yang tinggi menyengsarakan hidup rakyatnya. Ia pun ikut bermohon-mohon kepada suaminya yang keras hati.

Bosan dengan rengekan istrinya, sang bangsawan pun menawarkan sebuah proporsal yang tidak masuk akal. Ia akan menurunkan pajak jika Lady Godiva bersedia telanjang naik kuda di siang bolong.

Ternyata Lady Godiva menyanggupinya. Ia naik kuda tanpa busana. Hanya rambut panjang yang menutupi sebagian tubuhnya.

Pengumuman pun dikeluarkan. Untuk menghormati sang putri, seluruh rakyat setuju untuk tinggal di dalam rumah. Kecuali seorang lelaki yang bernama Tom. Ia tidak bisa menahan nafsunya. Mengintiplah dirinya dari balik jendela. Lantas banyak yang mengatakan Tom menjadi buta setelahnya.

peeping tom (conventrytelegraph.net)
peeping tom (conventrytelegraph.net)

Tentunya happy ending menjadi akhir dari kisah, Leofric sang penguasa akhirnya menurunkan pajak bagi rakyatnya.

Kebenaran kisah Lady Godiva masih menjadi perdebatan. Ada yang menyebutkan jika ini adalah kisah nyata yang terjadi pada tanggal 10 Juli 1040.

Tapi, beberapa ahli sejarah menyatakan jika tidak ada catatan tentang sosok Lady Godiva di Conventry. Yang ada hanyalah Godifu, seorang wanita yang menikah dengan pengusa setempat pada abad ke-11. Ia bukanlah orang penting, karena sejarah tidak banyak membahasnya.

Lantas mengapa legenda Lady Godiva ada?

Daniel Donoghue dari Harvard University menyebutkan jika legenda ini muncul satu abad setelah kematian Godifu. Apakah ada koneksinya, atau hanya sekadar nama yang sama, tidak ada yang tahu.

Takada pula yang mengerti mengapa legenda ini terjadi. Tidak ada catatan sejarah kelam yang dianggap sebagai pemicu. Oleh sebab itu Donoghue berkeyakinan bahwa Lady Godiva hanyalah mitos setempat.

Pajak memang kontroversial. Dalam banyak kisah ia sering dihubungkan dengan kebijaksanaan atau sebaliknya, kekejaman penguasa. Legenda Godiva diharapkan membuat sebuah perimbangan. Bahwa penguasa juga memperhatikan uang pajak rakyat.

Nyatanya berdasarkan informasi dari sumber (1), disebutkan bahwa Godifu sebenarnya adalah wanita yang murah hati. Ia dan Leofric, suaminya dikenal sering menyokong gereja dan kaum dhuafa.   

Lantas mengapa harus telanjang?

Ahli sejarah menghubungkannya dengan unsur-unsur paganisme tentang upacara kesuburan.  Wanita telanjang adalah simbol reproduksi. Suci adanya.

Makna ini kemudian dipertegas oleh Sir Willain Reid Dick, ia memahat patung Lady Godiva pada tahun 1949 di tengah kota Conventry. Konon sebagai simbol bahwa bangsa Inggris tidak akan punah, meskipun banyak nyawa yang melayang pada Perang Dunia II.

Peeping Tom sendiri tidak serta merta lahir bersamaan dengan legenda Lady Godiva. Ia adalah tambahan kisah yang muncul belakangan. Tepatnya pada abad ke-17 alias 600 tahun kemudian.

Peeping Tom disimbolkan sebagai kerusakan moral. Menggambarkan seseorang yang tidak tahu diri. Hanya mencari keuntungan diri sendiri di tengah penderitaan banyak orang.

Istilah ini kemudian berkembang menjadi istilah penyimpangan seksual oleh Sigmund Freud tentang Voyeurisme. Alias mendapat kepuasaan seksual dengan mengintip orang lain yang sedang tak berbusana, atau berhubungan seks.

Ada angin, ada hujan. Atas istilah Peeping Tom yang populer, aksi Lady Godiva yang seharusnya terhormat pun dihubungkan dengan penyimpangan seksual lainnya, yaitu Eksibisionisme, atau kepuasaan seksual yang diperoleh dari mempertontonkan alat kelamin di tempat umum. Aye-aye wae.

Terlepas dari benar tidaknya sejarah ini, Lady Godiva telah menjadi bagian dari legenda dunia. Memaknai arti pengorbanan. Kehormatan yang sesungguhnya tidak datang dari fisik. Ia adalah perlambangan sikap yang datang dari ketulusan hati.

Referensi: 1 2 3 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun