Berbanggalah kamu yang lahir di masa millenium, karena kamu telah menjadi perbincangan ramai orang. Termasuk di Kompasiana.
Survei yang baru saja dirilis oleh Mba Widha Karina mengatakan bahwa dalam periode kurang lebih 4 tahun saja, kelompok usia 18-25 tahun telah menduduki peringkat pertama sebagai pengakses terbesar dengan jumlah 36%. Kelompok ini meningkat dari posisi dua terbawah pada tahun-tahun sebelumnya (10%).
Selain usia, presentase gender pun terjadi pergeseran. Pada 2016 terdapat 59% lelaki, saat ini jumlah perempuan telah mencapai 56%.
Pengakses itu bisa penulis, bisa juga pembaca. Apapun itu, strategi Kompasiana telah berubah. Secara kasat mata bisa terlihat pada pemilihan topik pilihan yang lengkap dengan tulisan kemingrisan. Saya mengasumsikannya sebagai gaya milenial.
Dengan sendirinya Kompasiana lawas atau yang berusia lawas, seperti Acek akan tersingkir! Lha, Kata siapa?
Merebut hati Milenial tidak perlu menjadi milenial. Memang ada perbedaan zaman dan keemasan, namun itu tidak harus membuat kedua kategori besar ini terpecah.
Saya coba membayangkan sebuah situasi fiktif. Anggaplah Kompasiana ini adalah kos bersama. Penghuninya semakin lama semakin banyak, karena memang ruang yang disediakan tanpa batas.
Pengelolanya? Robot, otomatis, digital, dan sejenisnya. Tapi, tetap selalu ada di hati.
Pada suatu petang nan cerah, Pak Tjip dan Bu Roselina sebagai Begawan Kompasiana duduk santai di tengah-tengah Kompasianer senior lainnya.
Ada Engkong Felix, Om Susy, Mbak Mutiah, Mbak Anis, Mbah Ukik, Prof Ronny, Bang AlPeb, Daeng Khrisna, Romo Bobby, Koh Katedra, dan ratusan ribu nama yang tak bisa Acek sebutkan satu-persatu.