Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cara Menyetubuhi Pembaca Melalui Tulisan

6 September 2021   05:34 Diperbarui: 6 September 2021   05:45 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah keteledanan dari seorang nenek ini terjadi pada saat resesi ekonomi melanda Indonesia tahun 1988 lalu. Resesi ekonomi yang dipicu krisis ekonomi global menyebabkan krisis multidimensi, termasuk di kota Makassar.

Stop pres! Revisi;

Tahun 1988, resesi ekonomi melanda Indonesia. Krisis multidimensi menerpa seluruh lini. Tak terkecuali bagi seorang nenek. Ialah kisah inspirasi dari tulisan ini.

**

Ini bukan teknik menulis yang sesuai dengan kaidah SPOK. Daeng Khrisna mungkin misuh-misuh membacanya. Tapi, inilah gaya menulisku.

Revisi yang aku buat atas permintaan seorang kawan Kompasianer yang hendak mengikuti sebuah event lomba menulis. Entah mengapa ia meminta bantuanku. Mungkin karena senang membaca tulisanku.

Sejujurnya teknik ini saya adopsi dari gaya penulisan Dahlan Iskan. Saya tidak tahu namanya, pokoknya mengalir begitu saja.

Di Kompasiana juga ada, yakni Mba Muthiah Alhasany. Menurutnya gaya penulisan ini adalah gaya jurnalis. Singkat dan padat. Entahlah.

Gaya penulisan panjang seperti punya Daeng Khrisna memang indah. Mengikuti kaidah SPOK. Namun, saya menghindarinya karena "grammar" saya lemah. Saya belum menjadi pembaca yang rakus seperti dirinya.

Membuat tulisan yang singkat dan jelas adalah salah satu syaratnya. Tulisan yang terlalu panjang akan mudah membuyarkan konsentrasi pembaca.

Ketika sebuah kalimat singkat, tegas, mengalir indah bersama diksi dan rima, pada saat itulah pembaca akan terbuai. Thus, ia akan dengan mudah mengasosiasikan pengalamannya dengan tulisan yang dibacanya.

Inilah yang saya sebut dengan Konsep "Associated Experiences" yang telah saya buat sebelumnya. Sila lanjut membaca tulisan di bawah ini;  

Baca juga: "Cara Membuat Tulisanmu Disetubuhi Banyak Pembaca."

Lantas Bagaimana Caranya?

Pertama, Tegas dan Provikasi

Membuat kalimat pembuka (lead) yang tegas, singkat, dan menggigit. Saya biasanya menulis dengan maksimal tiga paragraph. Itu pun harus mengandung minimal satu kata yang provokatif.

Contoh bisa Anda pada lihat pada lead tulisan ini;

"Tahun 1988, resesi ekonomi melanda Indonesia. Krisis multidimensi menerpa seluruh lini. Tak terkecuali bagi seorang nenek. Ialah kisah inspirasi dari tulisan ini."

Penjelasan:

1) Penegasan sang nenek saya pindah ke bagian terakhir. Ia adalah tokoh dari kisah ini.

2) Selanjutnya, kata "resesi" dan "krisis" saya sertakan di depan. Sebagai prolog bagi kisah sang nenek. Kata-kata ini juga berfungsi sebagai "provokator."

Kedua, Gunakan Rima dan Kata

Saya selalu terkagum-kagum dengan pemilihan kata para penulis puisi di Kompasiana. Mereka dengan mudah memilih kata yang tidak ribet tapi indah.

Kalimat yang disusun pun mengalir bak air sungai yang jernih. Teknik ini kemudian saya adopsi. Minimal harus ada satu rima yang sama dalam sebuah kalimat. Tujuannya agar pembaca tidak bosan.

Jika Anda jeli, maka ada rima kata pada contoh kalimat pembuka di atas, yakni; "resesi ekonomi melanda" dan "krisis multidimensi menerpa."

Ketiga, Buat Pembacamu Bisa Bernapas

Membaca sebuah tulisan bagaikan berbicara. Ada saatnya untuk menarik napas.

Pembatas kalimat berupa tanda baca titik [.], koma [,], dan paragraph baru adalah tanda untuk "berhenti sejenak secara psikologis." Gunakanlah secara efisien.

Aturan yang saya buat adalah;

1) Dalam satu paragraph, maksimum empat kalimat.

2) Penggunanan tanda baca titik [.], lebih sering saya gunakan daripada koma [,].

3) Dalam satu kalimat, hanya boleh satu tanda baca koma [,].

Keempat, Jangan Sampai Pembacamu Kebosanan

Ingat untuk selalu menjaga agar "associated experience" bisa tetap berada di kepala saat sedang membaca. Mencegah paragraph panjang hanyalah salah satunya.

Tentu jangan pula terlalu singkat, agar kaidah kelengkapan paragraph juga bisa terjaga.

Selain rima dan kata yang mengalir bak puisi indah, saya juga tidak pernah menggunakan kata yang sama dalam sebuah paragraph. Percayalah, konsentrasi pembaca akan hilang jika kata yang sama digunakan berulang-ulang.

Kelima, Sapa Pembaca

Ketika merujuk pada diri sendiri, banyak yang menggunakan kata "penulis." Saya kurang setuju, meskipun kaidahnya tepat. Terlalu formal!

Saya lebih memilih beberapa kata yang lebih tegas seperti saya, aku, diriku. Bahkan pada beberapa tulisan humor, saya membuat versi lain dari diri saya sendiri, yaitu "Acek."

Bagi saya sih, penggunaan rujukan ini terasa lebih akrab di benak pembaca. Tulisan yang terlalu formal akan membuat batasan dengan pembaca.

Ketika merujuk kepada orang lain, kata Anda bisa digunakan. Saya suka memilih kata ini karena kaidah penulisannya menggunakan huruf besar di depan. Sesuatu yang menarik perhatian pembaca.

Kalau versi non-formilnya, saya suka menggunakan kata unik, khas tulisanku. "Kamu, kamu, kamu, dan kamu." Panjang? Biarin saja, karena itu juga penegasan.

Keenam, Gunakan Kata Dentuman

Ini berhubungan dengan gayaku sebagai pembicara publik. Untuk menarik perhatian audiens, saya suka menggunakan beberapa kata dentuman. Bisa apa saja sepanjang intonasi dan vokalisasi digunakan.

Dalam tulisan tentu beda. Kata dentuman bisa digunakan. Bisa apa saja, yang penting terdiri dari satu atau dua kata dengan tanda seru [!], dan berada pada akhir kalimat.

Pemilihan katanya tergantung jenis tulisan yang ingin Anda sampaikan. Contoh; Kalau tegas; Paham! Kalau lucu: Amsiong! Kalau prihatin; Berat! Kalau serius; Mustahil!

**

Nah, inilah enam teknik menulis ringkas dan padat versi Acek. Tujuannya adalah untuk mendekatkan diri dengan para pembacamu.

Jangan berharap tulisanmu banyak dibaca setelah menggunakan teknik ini. Namun, percayalah, kamu, kamu, dan kamu tidak akan mudah dilupakan. Paham!?

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun