Singkat cerita, seisi rumah sakit pun heboh. Dokter yang memeriksa si Acong kemudian menyatakan bahwa si Acong telah sembuh total.
**
Sebenarnya kisah ini sudah jamak diceritakan sejak para moyang masih hidup. Isinya tentang pentingnya sebuah doa. Versinya pun dalam berbagai jenis agama. Maknanya sangatlah sederhana. Sesederhana doa si Acong.
Namun, di zaman sekarang, mana ada doa yang sederhana?
Cobalah pikirkan isi terakhir doamu kepadaNya. Saya malah lupa, kapan terakhir berdoa. Mungkin sewaktu menjelang imlek. Itu pun isinya seabrek. Lengkap dengan daftar keinginan tak menentu. Semacam buku tuntutan kepada Tuhan.
Haryanto sahabatku menekankan pentingnya sebuah kesederhanaan dan ketulusan pada akhir tayangannya. Benar, tiada salah.
Andaikan Acong nyata dan ia menjadi viral, dijamin para pemuka agama dan pemukau Tuhan akan memberikan tafsir teologi tentang doa.
Buntut-buntutnya doa si Acong yang sederhana akan jadi panjang lagi. Bukan itu yang Acong mau. Pokoknya;
"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.
Seminggu terakhir, saya dan istri sering berbicara mengani afirmasi. Meyakinkan hal yang baik datang menyerta, dengan mengondisikan pikiran yang baik.
Keliatannya sepele, tapi jujur, susah! Mencoba bersyukur, tapi utang masih terukur. Menjaga agar perasaan tidak melebur, tapi masalah sudah kadung tercampur.