"Mereka bukan teroris, karena tidak berjenggot dan tidak berdoa menghadap Mekkah," Farid---
Kutipan ini cukup kontroversial dan penuh kejutan, tetapi itulah perasaan saya pada saat menonton film Blood Red Sky.
Gaya campur sari memang menjadi salah satu strategi dunia perfilman untuk memenangkan pertempuran box office yang kompetitif. Sayangnya sebagian terkesan murahan.
Ikan hiu dari robot, setan yang jadi virus, atau alien yang menyamar jadi presiden. Konsepnya saja sudah bikin tidak berselera.
Tetapi tidak bagi film yang satu ini. Menggabungkan zombie dengan aksi pembajakan pesawat, kelihatannya aneh. Bak mencampur garam dalam sirup manis, tetapi, di sanalah letak kekuatannya.
Sinopsis
Adegan pembuka sudah menjanjikan. Digenjot cepat bak balapan Formula1. Dimulai dengan kondisi darurat perang di pangkalan udara militer RAF, Skotlandia.
Seorang Kolonel tampak turun tergesa-gesa dari helikopter. Sementara di dalam markas, seorang petugas terlihat tegang memberikan instruksi melalui radio kepada seseorang yang bukan pilot untuk mendaratkan pesawat secara darurat.
Tak lama kemudian, seorang anak kecil diturunkan dari pesawat yang diduga dibajak itu dengan tali parasut. Pasukan RAF pun dengan sigap menyelamatkannya.
Selanjutnya, seorang sniper (penembak jitu) melihat pergerakan pada ruang kokpit. Seseorang tampak sibuk bergegas ingin keluar dari pesawat. Ia dicurigai sebagai salah satu anggota pembajak.
Tapi, ia berhasil dihentikan melalui radio. Sang kolonel mengancam akan menembaknya jika ia tidak mengeluarkan seluruh penumpang dari pesawat. Orang tersebut meyakinkan dirinya bukanlah anggota teroris, tetapi ia tetap harus menunggu.
Flashback
Syahdan kisah berputar ke belakang. Seorang anak kecil (Elias) akan melakukan perjalanan panjang tengah malam bersama ibunya (Nadja) menuju New York. Sang ibu punya penyakit misterius.
Hidupnya bergantung dari suntikan obat-obatan ke tubuhnya setiap beberapa jam. New York adalah tempat tujuannya berobat. Â
Dalam perjalanan, Elias berkenalan dengan seorang lelaki Arab bernama Farid. Sang lelaki yang berlatar belakang ilmuwan itu akhirnya menjadi akrab dengan Elias.
Pembajakan
Semuanya berjalan aman dalam proses keberangkatan pesawat Transatlantic Airlines 473Â tersebut. Hingga akhirnya keributan terjadi, dan beberapa orang bertubuh tegap mengambil alih pesawat yang dibajak.
Ternyata kawanan pembajak tersebut tidak berasal dari afiliasi tertentu. Mereka hanyalah sekelompok kriminal yang hendak membuat kekacauan demi mengambil keuntungan dari goncangan pasar saham.
Sebuah skenario telah dipersiapkan. Pembajakan tersebut dibuat seolah-olah dilakukan oleh kelompok Khilafah yang berjuang demi idealismenya. Untuk itu, Farid dan beberapa orang Arab diminta untuk merekam "suara perjuangan" mereka.
Rencana para pembajak cukup sederhana. Pesawat diterbangkan dengan autopilot, dan memasang bom waktu dalam pesawat. Setelah itu, mereka lantas pergi meninggalkan pesawat dengan parasut yang sudah disediakan.
Kemunculan Zombie
Di tengah kepanikan, Elias berusaha melarikan diri menuju ke gudang kargo. Ibunya Nadja panik dan berlari menyusulinya. Naas bagi Nadja, seorang pembajak yang bernama Eightball menembaknya mati.
Para pembajak sudah hampir berhasil, tapi Nadja yang tertembak ternyata tidak mati. Ia berubah menjadi sesosok vampir dan menyerang para pembajak pesawat.
Namun, Nadja ternyata adalah vampir yang baik hati. Ia masih bisa mengontrol dirinya untuk hanya menyerang penjahat.
Situasi menjadi kacau. Konflik pun terjadi. Antara para pembajak yang ketakutan, penumpang yang panik, dan penyelamatan pesawat dari kecelakaan.
Dalam situasi tersudut, Eightball berhasil mengidentifikasi sosok lawan yang dihadapinya. Ia menyerang Nadja dengan sinar UV dan mengambil sampel darah Nadja.
Eightball kemudian menyuntikkan darah Nadja pada tubuhnya dan berubah menjadi lawan berat. Eightball lantas menyerang seluruh penumpang dengan membabi buta.
Hanya segelintir orang yang berhasil selamat, termasuk Elias dan Farid yang berhasil mengunci diri di ruang kokpit. Sementara Nadja berjuang sendiri melawan vampir yang haus darah.
Bagaimana akhir dari cerita? Apakah pesawat berhasil diselamatkan? Apakah Nadja akhirnya bisa disembuhkan?
Tentu saja menarik. Berbagai plot dan twist datang secara perlahan membuat alur kisah selama 121 menit terasa begitu cepat berlalu.
Kekejaman vs Kebaikan
Salah satu yang membuat film ini menarik karena ada beberapa plot dengan rasa yang sangat berbeda. Sejak menit-menit pertama, aksi brutal berdarah-darah telah disuguhkan. Pembunuhan sadis dibuat dengan begitu gamang dan mampu membuat penonton berteriak histeris.
Namun plot yang apik juga bisa membuat para penonton termehek-mehek. Terutama pada beberapa adegan mengharukan antara Elias yang diperankan apik oleh Carl Anton Kohl dengan Nadja ibunya (Peri Baumeister).
Kekuatan Karakter Pemeran
Layaknya sebuah film yang layak tonton, tokoh utama dalam film seharusnya memiliki karakter yang kuat. Dalam film ini, kredit bisa diberikan kepada Alexander Scheer yang berperan sebagai Eightball sang pembajak psycho.
Scheer berhasil mengobok-ngobok perasaan penonton dengan aksinya yang emosian dan tidak segan-segan membunuh. Bukan hanya para sandera, kawanan pembajak lainnya juga ia buat kerepotan.
Twist
Kejutan berlangsung apik. Terutama pada 30 menit pertama. Awalnya penonton akan terkecoh dengan mengira jika film ini hanyalah sebuah film drama pembajakan yang berfokus pada karakter ibu dan anak.
Nyatanya, Peter Thorwarth sang sutradara berhasil membuat kejutan yang menyenangkan dengan mengubah alur cerita menjadi genre horor zombie. Sejujurnya, bagian ini adalah yang terbaik.
Peter juga dengan bagus menempatkan adegan flashback yang menceritakan asal muasal Nadja menjadi zombie. Adegan ini bagaikan jembatan pelengkap yang mengisahkan kemunculan zombie pada film.
Kritik Sosial
Setelah peristiwa 9/11, teroris sangat identik dengan muslim. Stigma buruk bagi para sahabat muslim di Amerika dan Eropa menjadi hal yang sangat menyedihkan.
Film ini berhasil mengangkat kritik sosial terhadap perlakuan rasis bagi para warga muslim. Di mana disebutkan jika kecelakaan pesawat akan sangat mudah diyakini jika yang melakukannya adalah teroris dari kelompok muslim.
Tidak hanya itu saja, keputusan Peter mengangkat tokoh Farid yang diperankan oleh Kais Setti adalah keputusan yang tepat. Farid digambarkan sebagai minoritas muslim yang dizolimi. Namun, ia berhasil bangkit menjadi pahlawan karena kebesaran jiwanya yang menyentuh hati.  Â
**
Rotten Tomatoes memberikan skor 80% sementara IMDBÂ memberikan rating 6.1 dari 10 bagi film ini. Meskipun ada sedikit kejanggalan dan adegan yang tidak masuk akal, secara umum film ini layak ditonton.
Pencinta film horor dan action akan mendapatkan paket lengkap. Sementara pencinta film drama juga bisa mendapatkan sentuhan emosional dari alur kisah yang menyedihkan.
Oh ya, yang paling menarik. Film yang diproduksi oleh Netflix yang tayang sejak 23 Juli 2021 ini ternyata bukan buatan Hollywood. Ia adalah produksi Jerman.
Berikut trailernya;
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H