Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pelecehan Seksual di Dunia Medis, Apa yang Perlu Diketahui?

10 Agustus 2021   05:50 Diperbarui: 10 Agustus 2021   05:58 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Larry Nazar bikin heboh. Menjelang olimpiade seluruh mata tertuju padanya. Ia adalah dokter resmi tim senam olimpiade AS.

Selama 30 tahun berkarir, ia telah melecehkan lebih dari 250 atlit wanita. Dari ucapan tak senonoh hingga pemerkosaan.

Ia pun dituntut 172 tahun. Lebih panjang dari usia manusia tertua di dunia. Menyesal kemudian tidak ada gunanya.

Pelecehan di bidang medis seringkali kita dengar. Tentunya pantas dikutuk.

Tersebab kewenangan yang besar telah disalahgunakan. Mengelabui dan memanfaatkan kondisi ketidakberdayaan pasien.

Menurut Cherrie A Galetly dalam Medical Journal of Australia tahun 2004, sekitar 7,6 persen dokter mengaku pernah melakukan hubungan seksual dengan pasien. Baik selama atau setelah sesi terapi.

Tentunya, hal ini tidak bisa digenarlisasi begitu saja. Tidak semua dokter itu bejat. Lagipula, jika kisah asmara terjadi di luar hubungan professional, tentu biasa saja.

Tapi, angka tersebut muncul berdasarkan survei. Menandakan bahwa kewaspadaan harus ditingkatkan. Baik sebagai pasien ataupun tenaga medis.

Pelecehan pun tak terbatas cros gender. Artinya juga terjadi pada sesama lelaki dan juga wanita. Hal ini diungkap oleh penelitian Nadelson dan Notman pada 2002.

Dampaknya tentu berbahaya. Dalam jangka pendek, korban bisa mengalami perilaku stres hingga aksi bunuh diri. Ini belum termasuk hilangnya kepercayaan kepada tenaga medis yang membuat seseorang lebih rentan kesehatannya.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Never Okay Project (NOP) mengeluarkan hasil survei. Sedikitnya 12 kasus pelecehan seksual di dunia medis dalam dua tahun terakhir. Dikutip dari sumber (voa.com), Agustus 2020, 

Dari keduabelas kasus tersebut, sebelas melibatkan perlakuan tenaga medis terhadap pasien, satu lagi antar sesama tenaga medis.

Aksi yang dilakukan adalah pelecehan secara fisik, seperti memegang daerah keintiman, hingga pemaksaan.

Sayangnya, apa yang tampak hanya merupakan puncak gunung es. Kebanyakan yang muncul karena adanya proses tuntutan dari pihak pasien.

Sementara jika terjadi diantara sesama tenaga medis, lebih banyak bungkam. Stigma dan rasa malu yang menjadi penyebabnya, ungkap Eunike Pangaribuan dari NOP.

Lebih dalam lagi, Eunike juga menjelaskan bahwa kode etik bagaikan pagar makan tanaman. Atas nama kehormatan profesi, mereka lebih memilih diam.

Budaya Patriarki dan Sistem Feodal

Menurut dokter Sandra Suryadana, pendiri gerakan sosial Dokter Tanpa Stigma, kondisi pelecehan seksual dan kekerasan tidak terlepas dari budaya patriarki.

Senioritas menjadi sistem dan aturan yang tidak tertulis. Ia menilai jika sistem ini adalah feodalisme yang telah dimulai sejak masa pendidikan.

Hal ini kemudian menimbulkan kekuatan yang tidak seimbang (power imbalance). Dinilai bahwa jabatan dan senioritas memiliki posisi yang lebih tinggi. Apa pun yang dilakukan harus diikuti.

Padahal, dalam dunia medis, apa pun pangkatnya seharusnya konsep rekan kerja berlaku. Bahwa semua pelaku medis adalah setara adanya.

"Disitulah sering terjadi resiko kekerasan," lanjut dokter Sandra.

Korban dari Pihak Tenaga Medis

Namun, tindakan kekerasan pelecehan juga banyak menimbulkan korban dari pihak tenaga medis. Seringkali pasien kedapatan melakukannya.

"Perawat seringkali diobyektivikasi secara seksual, dan itu seringkali kami temukan di lapangan, tapi hanya sedikit yang mampu speak up" ujar Fen Budiman, perawat yang juga pengurus API Kartini.

Banyak juga tuduhan yang salah dialamatkan kepada para tenaga medis. Saya mengenal seorang dokter kandungan. Suatu waktu saat baru saja buka praktek, ia kena damprat oleh suami pasiennya.

Sebabnya tanpa sengaja menyentuh payudara si nyonya. Sang istri sih biasa-biasa saja, tapi sang suami tidak terima.

"Jelas kesalahan saya karena saya lelaki. Saya tidak terangsang kok, lagipula dalam proses medis terkadang tanpa sengaja kita bisa menyentuh bagian-bagian tertentu," ujar kawan saya.

"Mungkin kesalahan lain, karena aku ganteng," lanjutnya berseloroh.

Apa yang bisa dilakukan?

Rod Moses, seorang dokter professional mengakui ada batasan abu-abu antara pelecehan berkedok dan pemeriksaan sesuai prosedur.

Kesalahan persepsi sering terjadi di sini. Pasien tidak tahu apa yang wajar, dan para dokter pun tidak menjelaskan.

Tentu standar prosedur dan kode etik sudah diajarkan di fakultas kedokteran. Tapi, itu hanya untuk konsumsi dokter saja.

Pasien pun harus bisa membedakan apa yang bisa dan tidak bisa.

Yang pertama adalah meminta izin jika pemeriksaan harus menyentuh bagian-bagian yang sensitif. Komunikasi dan penjelasan tentang keperluan sentuhan tersebut akan membuat hati tenang.

Yang kedua, dokter harus menggunakan pelindung tangan. Selain untuk alasan higienis, juga mengurangi interaksi indra perasa pada kulit pemeriksa. Jangan ragu untuk mengingatkan dokter mengenakannya.

Yang ketiga, dokter tidak seharusnya mengeluarkan aksi atau ucapan yang melecehkan pada saat pemeriksaan. Beberapa tenaga medis memang suka bercanda, tapi tidak pada pemeriksaan bagian tubuh yang sensitif.

Yang keempat, hilangkan perasaan negatif. Boleh berwaspada, tapi seharusnya pasien bisa melihat tingkat keseriusan tenaga medis pada saat sedang menjalankan tugas. Jangan sampai kasus dokter kawan saya terjadi.

Wasana Kata

Jika batasan ini sudah disadari, seharusnya semua pihak akan bebas tuduhan dan kecurigaan.

Jika aksi berlanjut lebih jauh, silahkan ditegur. Jika belum kapok, sila lapor ke polisi.

Jangan biarkan tragedi terjadi. Bahaya ada di sekitar kita.

Jangan pula pernah mendeskreditkan para tenaga medis. Pekerjaan mereka sudah cukup mulia. Mengorbankan nyawa bagi manusia.

Referensi: 1 2

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun