Akibatnya, tekanan tidak hanya datang dari publik saja. Keluarganya pun tidak terima.
Pamannya meminta agar orangtuanya melarang Ali Zada bersepeda. Lebih aman bagi wanita dan juga untuk keselamatan keluarga besar.
Namun, Ali Zada tetap bersepeda. Ia dan teman-temannya bertekad mempertahankan hak asazi.
Akibatnya, mereka mendapatkan nominasi Nobel Perdamaian 2016 silam.
Situasi semakin kacau, Ali Zada sampai harus meminta suaka di Prancis. Sedih rasanya diusir oleh teman dan saudara sebangsa.
Ia mendapat bea siswa dari Komite Olimpiade Internasional bagi atlit pengungsi. Dua tahun ia berkuliah di Universitas Lille, Prancis. Ia meraih gelar sarjana Teknik sipil.
Menjalani kuliah sambil tetap bersepeda.
Kini tugas Ali Zada semakin berat. Ia tidak mewakili dirinya sendiri, tapi juga 82 juta pengungsi di seluruh dunia yang tidak memiliki negara.
Ali Zada juga mewakili wanita yang hidup dalam lingkungan penuh tekanan, serta olahragawan dari kaum wanita Muslimah berhijab.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!