Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diary Tukang Gombal, Sembilan Kata Sayang dengan Seribu Bayang

16 Juli 2021   04:06 Diperbarui: 16 Juli 2021   04:10 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary Tukang Gombal; Sembilan Kata Sayang dengan Seribu Bayang (scienceofpeople.com)

Pernah mengungkapkan kata "sayang?"

Tentu pernah. Ada beberapa orang tertentu dalam hidup yang pantas menyandangnya.

Pernah mengumbar kata "sayang?"

Tentunya pernah, sebabnya cukup banyak orang yang pantas menerimanya.

Bagi yang bingung dengan kedua kalimat pembuka di atas, Anda memang pantas bingung.

Pertanyaannya, seberapa sayang sih sebenarnya kata "sayang?"

Dalam konsultasi Numerologi, saya sering terkekeh-kekeh jika seseorang memberikan nama "sayang" dalam daftar nama panggilannya. Jelas energi ini tidak bisa dideteksi melalui Numerologi.

Ia adalah panggilan umum sebagaimana bapak, ibu, mas, adik, kokoh, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, energinya ada, tapi tidak spesifik.

Saya lebih menyarankan kata "sayang" diungkapkan dengan lebih khusus. Seperti Pepsye dan Mensye dari pasangan selebriti, Raffi dan Gigi.

Jika demikian, tentu energi dalam Numerologi bisa dibaca, karena merujuk khas kepada sosok pasangan Anda.

Nah, bagaimana dengan yang ngotot panggi "sayang" kepada yang tersayang. Iya tidak apa-apa. Tersebab itu memang adalah ungkapan "sayang betulan."

Akan jadi masalah jika "sayang" diumbar kepada hampir setiap orang. Saya sendiri yang termasuk di dalamnya.

Pikir punya pikir, ada sembilan kategori sayang dalam kamusku.

Pertama; Sayang Betulan

Ini terkhusus istri dan anak-anak. Tidak boleh ada yang lain lagi. Kesempatannya juga bisa bermacam-macam. Bisa pada saat sedang bermesraan, bisa juga pada saat ingin mengungkapkan.

Contoh; "Lagi ngapain sayang? Gimana kalau malam ini kita keluar makan."

Kedua; Sayang dalam Ejekan Ringan

Tapi, kadang juga kata "Sayang" bisa keluar dalam bentuk ejekan ringan. Bisa kepada keluarga yang tersayang, agar mereka tahu bahwa diriku menyayangi mereka, meskipun sudah omel sana-omel sini.

Contoh; "Lho, kan papi sudah bilang, kalau papi keluar ama Mas Joko, sayang."

Ketiga: Sayang untuk Meredam Emosi

Namun, kadang jika aku kesal benar kepada karyawan yang gak paham-paham instruksiku, penggunaan kata "Sayang" ini sering digunakan untuk meredam emosiku.

Contoh: "Jadi, sekarang sudah paham? Elu kok susah amat mengerti, sayang!?" (geleng-geleng kepala sambil urut-urut dahi).

Keempat; Sayang dalam arti Candaan

Di Kompasiana, ini sering terjadi, khususnya di grup penulis. Diriku termasuk yang paling sering mengumbar sayang. Tidak peduli ia adalah Engkong macam EfTe, emak-emak macam Mba Siti Nazarotin, atau anak muda sesama jenis, seperi Frederikus Suni. Semuanya "sayang."

Tentunya mereka tidak menganggap diriku adalah LGBT, Pelakor, atau Pebinor. Semuanya hanya candaan.

Kelima; Sayang dalam arti Godaan

Saya pernah mendapat keluhan dari salah satu karyawanku. Sebutkanlah namanya Nia (nama samaran).Bukan tentang diriku atau kebiasaanku, tetapi tentang seorang manager yang terlalu sering mengumbar "sayang."

Sebenarnya, saya tidak merasa jika hal tersebut adalah hal yang perlu ditindaki. Hingga Nia datang padaku dan bukannya ke HRD.

Ia memintaku untuk menyuruh sang manager berhenti memanggilnya dengan kata sayang. Usut punya usut, ternyata sang manajer terkenal sebagai playboy cap sapi, alias Sana-Sini PebInor.

Bagi Nia dan sebagian karyawan wanita, "sayang" yang sering diumbar adalah bentuk intimidasi.

Keenam; Sayang yang Bikin Baperan

Atas pernyataan Nia ini, saya pun kaget bukan kepalang. Tersebab diriku juga sering memanggil Nia dengan kata sayang;

"Bapak kan beda, 'sayang' bapak beda," pungkas Nia sambil malu-malu.

Otakku ke kanan, hati pun ke kiri. Sorotan mata Nia berarti nian, susah bagiku untuk tidak ikut jadi "Cap Sapi."

Suer, sejak saat itu, kata "sayang" pun aku kurangi. Mencoba menjadi pribadi yang lebih berwibawa.

Ketujuh; Sayang yang Menghina

Pun dengan istriku. Entah mengapa, ia sangat sensitif jika aku memanggil orang lain dengan kata "sayang" yang tidak benar-benar aku sayangi. Kendati orang tersebut adalah lelaki tulen, brewokan lagi mirip Babang Jack.

"Kau gay, kah?" itu pungkasnya.

Iya, aku sih diam saja. Susah mengungkapkan kata sayang yang bisa berarti seribu bayang. Sejak saat itu juga, kata "sayang" hanya diberikan padanya dan anak-anak saja.

Kedelapan; Sayang yang Bikin Kisruh Hubungan Orang

Namun, argumentasi istriku ada benarnya juga. Ia bukannya cemburu. Ia membandingkannya dengan dirinya.

"Kalau ada yang panggil aku 'sayang,' dijamin pipinya bakal kena tampar," demikian katanya.

Aku langsung terhenyak. Apa yang ia katakan itu benar adanya. Apa pun bentuknya, tidak elok bagi seseorang yang memanggil "sayang" kepada istri tercintaku. Maklum, otak patriarki pada diriku terkadang masih bersemi.

**

Lantas, apakah diriku akan berhenti mengucapkan kata sayang? Mungkin tidak, sebab aku ingin menjadi diri sendiri. Sifatku yang ekstrovert memerlukan banyak kosakata untuk membuat suasana ceria.

Kata "sayang" masih sering aku gunakan. Namun, akan menjadi sangat selektif. Hanya kepada orang tertentu dan suasana yang tepat saja. Terkhusus jika tidak ada istri di sampingku.

Kendati, aku juga harus mengakui bahwa makna kata "sayang" bisa memiliki ribuan arti. Sebabnya, aku memang penyayang.

Sayang istri; iya, sayang anak; iya, sayang orangtua; iya, sayang kamu, kamu, dan kamu; iya.

Lah, jadinya apa?

Kesembilan; Sayang yang Sudah Tidak Bermakna Lagi

Jadinya, kata "sayang" yang kuumbar sudah tidak bermakna lagi. Tidak terasa indah di telinga istri. Tidak spesial bagi mereka yang aku sayangi.

Namun, kabar baiknya, kendati ungkapan kata sayang tidak lagi spesial, tapi aku punya panggilan sayang buat ia yang tercinta;

Yakni; [...] rahasia deh, kok kepo amat sih!

 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun