Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belajar dari Keruntuhan Bisnis Raja Minyak Singapura, O.K. Lim

13 Juli 2021   04:06 Diperbarui: 13 Juli 2021   04:11 2629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar dari Kejatuhan Bisnis Raja Minyak Singapura, O.K. Lim. Sumber gambar: gcaptain.com dan prestigeonline.com

Sekitar awal tahun 2020, saya pernah berdiskusi dengan seorang sahabat; Koh Ahong, demikian aku memanggilnya.

Ahli metafisika Tiongkok Kuno ini berkata bahwa pandemi akan membuat segala perhitungan empiris menjadi tidak akurat lagi. Bahasanya cukup sederhana;

"Yang miskin akan menjadi kaya, yang kaya akan menjadi miskin."

Mungkin kedengarannya klise, tapi sebenarnya yang ia maksudkan itu adalah filosofi Yin-yang dengan pemahaman "semua akan ada waktunya."

Baca juga: Metafisika Tiongkok Kuno, Setiap Kejadian akan Berputar Ulang pada Siklusnya

Pandemi memang membuat segala sesuatunya menjadi tidak prediktif lagi. Bukan hanya dari sisi metafisika, tapi juga nalar berlogika.

Dalam beberapa hari terakhir, kabar mengenai kejatuhan konglomerat Singapura, Lim Oon-kuin, yang lebih dikenal dengan nama; O.K. Lim

Berita hangat tersebut ditulis oleh Dahlan Iskan, melalui situsnya; disway.id.

O.K. Lim adalah seorang yang sangat terpandang di Singapura. Bukan saja hanya kaya, tapi ia juga turut berperan serta membangun negeri singa itu dari nol.

Ia punya tandon minyak mentah terbesar di Asia yang mampu memuat 1,4 juta barel. Kapasitasnya sama dengan dua tanker paling besar di dunia. Pendapatan setahunnya mencapai 450 triliun rupiah.

Perusahaanya bernama Hin-leong. Artinya "kemakmuran" dalam bahasa mandarin. Sebagai pendatang dari Tiongkok, ia memiliki etos kerja yang tidak main-main.

Khususnya karena ia berasal dari provinsi Putian. Tempat kelahiran yang sama dengan Harry Tansil, ayah Eddy Tansil.

Baca juga: Jejak Keluarga Tansil, Cek Kosong hingga Keberadaan Eddy Tansil

Sejak kecil ia telah terbiasa bekerja keras. Termasuk menyuplai bahan bakar ke perahu-perahu kecil di sepanjang pantai Singapura. Sesaat sebelum Singapura merdeka, bisnis O.K. Lim sudah mulai meningkat.

Ia menjadi pemasok utama bahan bakar kapal. Kenaikan bisnisnya beriringan jalan dengan pertumbuhan negara Singapura.

Intinya, O.K. Lim memainkan peran penting dalam membantu Singapura menjadi salah satu pelabuhan pengisi bahan bakar kapal terbaik di dunia.

Namun, kejayaan perusahaan yang dibangunnya selama lebih dari setengah abad ini, hanya butuh waktu setahun untuk hancur. Semua gegara Covid.

Bukan karena kesehatan, tapi judi. Bukan di casino, tapi spekulasi bisnis yang terlalu berani.

Semua dimulai pada saat Wuhan diserang Covid-19. Harga minyak mentah dunia turun drastis. Dari 70 menjadi 50 dollar AS. Dengan begitu pede, O.K. Lim memborong minyak mentah.

Insting bisnisnya mengatakan jika pemerintah Tiongkok akan dengan mudah menangani covid, sebagaimana pengalaman SARS zaman dulu. Dengan begitu, maka harga minyak akan naik lagi.

Insting O.K. Lim tidak salah, China berhasil menangani. Yang tidak ia sangka adalah, Covid menjadi pandemi. Harga minyak merosot tajam. Bahkan sempat menyentuh angka 20 dollar AS.

O.K. Lim tidak bisa berleha-leha sambil menunggu harga minyak naik kembali. Masalahnya, bisnisnya melibatkan uang bank. Cadangan minyaknya menjadi jaminan untuk kredit bank.

Setiap kali harga minyak turun, Lim harus menambah jaminannya di bank. Ini belum termasuk bunga bank yang ia harus bayar.

O.K. Lim tidak kuat lagi. Ia mulai mengambil tindakan nekat. Membuat pembukuan palsu. Meski buntung, tetap ditulis untung. Angka 800 juta dollar AS terasa pas agar bank tenang dan kredit baru masih bisa dikucurkan.

Bukan hanya itu, O.K. Lim juga menjual stoknya dengan harga rugi. Ia sudah mulai kehabisan cash flow.

Memang tidak salah, selama ia melaporkannya ke bank. Tersebab stok tersebut adalah jaminan bagi bank.

Nyatanya tidak. O.K. Lim menjualnya diam-diam.

Hingga akhirnya aksinya terbongkar. O.K. Lim pun menghadapi masalah yang sangat besar. Perdata dan Pidana.

Hutangnya di empat bank berjumlah 50 juta dollar AS. Sebenarnya tidak masalah, sebab asetnya masih sangat mencukupi. Bahkan masih menyisakan uang banyak jika dijual.

Jika masalahnya murni karena resiko bisnis, O.K. Lim masih bisa bernapas lega. Akan tetapi, telalu banyak tindak pidana yang ia lakukan. Totalnya 130 tuduhan. Ancamannya masuk penjara. Padahal usianya sudah 79 tahun. 

Semuanya gegara covid. Demi menunggu harga minyak yang tak kunjung naik, perusahaannya dinyatakan bangkrut.

Semuanya gegara pandemi. Demi menjaga kekayaan yang terus tergerus, hartanya disita pemerintah.

Sayangnya semuanya sudah terjadi. Padahal saat ini, harga minyak sudah naik mencapai 74 dollar AS per barel. Alias sudah naik sekitar 20 dollar dari harga belinya tahun lalu. (Menghela napas).

Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kasus O.K. Lim ini?

Pertama; Kecemasan Berlebihan. O.K. Lim memang sudah membuat kesalahan. Tapi, harga dirinya sebagai pebisnis ulung terlalu tinggi. Ia mungkin terlalu percaya diri dengan pengalamannya selama ini.

Masalahnya, pandemi membuat banyak hal menjadi anomali. Harga minyak yang turun membuat dirinya tak berdaya menahan kecemasan. Akhirnya aksi nekat pun diambilnya. Resikonya kemudian menjadi pidana.

Jika, O.K. Lim bisa sedikit lebih tenang dan mau mengakui kerugiannya, maka mungkin ia akan terhindar dari masalah.

Kedua; "semua akan ada waktunya," sebagaimana perkataan dari Koh Ahong sahabatku.

Mengutip pernyataan dari sumber (tribunnews.com), "O.K. Lim adalah seorang patriarki khas Asia yang mencengkram bisnisnya dengan erat." Di usianya yang sudah 70an, ia masih saja menjadi direktur pelaksana di Hin-leong.

Padahal dua anaknya sudah cukup umur untuk menjabat posisi strategis.

Mungkin saja pengalaman O.K. Lim masih dibutuhkan dan sangat relevan dengan bisnisnya. Mungkin saja ia masih cukup sehat di usianya yang sudah tidak lagi muda.

Namun, tetap saja, "semua akan ada waktunya." Andai saja O.K. Lim dengan legowo bisa menyerahkan otoritas kepada anak-anaknya, maka ia mungkin masih bisa hidup tenang.

Kalau pun keputusan yang sama juga diambil oleh anak-anaknya, paling tidak O.K. Lim tidak akan menghabiskan masa tuanya di dalam penjara.

Tapi, semuanya sudah terjadi.

Sebagaimana pandemi yang menimbulkan banyak anomali. Tidak ada yang pernah menyangka jika O.K. Lim akan menjalani nasib yang begitu prihatin.

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun