Selain itu, ada juga Wasir Nizam al-Mulik. Ia adalah seorang yang berpengaruh dari Kesultanan Seijuk. Konon Hashashin yang membunuhnya menyamar sebagai seorang ulama Sufi.
Tidak lama setelah pembunuhan Mulik, Sultan Seijuk, Malik Shah juga terbunuh. Gerakan Hashashin sangat rahasia. Aksi pembunuhan mereka hanya dugaan saja, tanpa bukti.
Namun, para sejarawan meyakini bahwa kelompok Hashashin-lah yang paling memiliki kepentingan atas kematian dua orang penting tersebut. Mereka berhasil menimbulkan kekacauan besar di Kesultanan Seijuk.
Kendati demikian, Hashashin tak pernah menyasar rakyat sipil. Haram hukumnya bagi Hassan-i-Sabbah.
Kelompok ini berkembang dengan pesat. Mendapat banyak peruntungan dari aksi mereka. Banyak pula pengikut baru yang ingin bergabung.
Dari lokasi awal di Alamut, benteng Hashashin berkembang menjadi empat. Dua berada di barat Alamut, dua lainnya di perbatasan Kesultanan Seijuk dekat Suriah.
Dunia barat pertama kali mengenal eksistensi mereka melalui seorang Rabi Spanyol, Benjamin dari Tudela. Ia mendiskripsikan penampakan seorang pemimpin misterius yang memimpin sekte prajurit terlatih dalam bentengnya. Kejadiannya pada tahun 1167.
Marcopolo, penjelajah Italia juga pernah memberi catatan mengenai Hashashin. Namun, ia berfokus pada Hassan-i-Sabbah yang konon memberikan para Hashasin dengan Hasish (sejenis ganja) untuk menghilangkan rasa takut.
Akan tetapi, kisah ini menuai perderbatan. Tersebab Hasan meninggal pada tahun 1192, sementara Marco Polo baru dilahirkan pada tahun 1254.
Kekuasaan yang ditebarkan melalui teror, tentu mendapatkan banyak musuh. Konon benteng Hashashin pernah diserang oleh Sultan Mesir Saladin pada tahun 1176.
Kendati demikian, organisasi ini tetap bertahan selama dua abad. Sampai mereka takluk di bawah serangan pasukan Mongol yang berhasil menaklukkan Iraq pada tahun 1273.