Waktu kuliah, saya pernah mengambil mata pelajaran Marketing Research 301 (Riset Marketing). Kebetulan saya mendapat tugas untuk membuat studi tentang masalah kampanye kesehatan atas minuman bersoda yang kala itu benihnya baru muncul.
Bersama beberapa teman dalam satu grup, kami pun melakukan survei. Secara singkat beberapa hal yang kami sarankan adalah;
1; Mempertahankan eksistensi diet coke sebagai gaya hidup.
Sayangnya penggunaan zaccarine dalam formula diet ini menimbulkan perdebatan. Zat zaccarine pengganti gula ditenggarai sebagai salah satu penyebab kanker.
Coca Cola sudah mengantisipasinya. Jadilah penggunaan aspartheme yang lebih aman untuk mengisi kaleng diet andalannya. Sayangnya, rasanya tidak sama, dan banyak konsumen "sejati" yang tidak menyukai rasa diet yang ditawarkan.
Hanya mereka yang benar-benar peduli kesehatan atau yang tidak mau rasa bersalah yang menikmatinya. Â
2; Mempertahankan keaslian cita rasa
Bagi konsumen yang menyukai rasa manis bersoda, maka kami menyarankan untuk memproduksi minuman cola dengan "rasa bersalah yang kurang."
Saingan Coca Cola sudah melakukannya. Di pertengahan tahun 90an mereka telah meluncurkan Pepsi Max. Kelak produk ini berubah nama menjadi Pepsi Zero Sugar di tahun 2016.
Produk ini diklaim tidak menggunakan zat diet yang juga "kimawi." Solusi mereka lebih tepat. Tidak menggunakan gula dan lebih rendah kalori.
Sebenarnya untuk pemanis, mereka masih menggunakan aspartheme, namun ada campuran acesulfame di dalamnya yang membuat kepekatan rasa diet soda menjadi berkurang.
Namun, strategi ini dianggap cukup berhasil mempertemukan penggemar cita rasa asli cola dengan para pemeduli kesehatan.
3; Meluaskan varian baru yang lebih "sehat"
Pangsa cola tergerus drastis. Tidak datang dari sesama produsen cola, tapi dari para produsen minuman yang pandai melihat peluang. Di antaranya adalah Lipton dengan es tehnya dan Minute Maid dengan minuman rasa jeruknya.