Satu jam berlalu, Haryatie yang sudah tidak sabaran menelpon Istana Negara. Meminta agar dikirimkan mobil pengganti. Â
Masih sesuai skenario. Mobil pengganti tidak datang-datang. Haryatie menelpon Istana Negara lagi. Kata-kata penghiburan ia dapatkan. Mohon bersabar, suasana Jakarta macet.
Untungnya setengah jam kemudian, mobil "ngadat" tersebut berhasil dinyalakan. Tersebab sudah ada skenario lain pengganti.
Mobil melaju melewati halaman rumah yang cukup luas dan panjang. Sebuah mobil truk mogok berada pas di depan pintu gerbang.
Supirnya entah kemana. Judulnya mirip sinetron azab: Terjepit Liang Lahat, Tersapu Banjir, dan Tersambar Listrik. Seperti itulah perasaan Haryatie.
Singkat cerita, Haryatie tidak jadi melabrak Sang Bung dan istrinya yang lain. Dengan marah, ia kembali masuk ke dalam rumahnya.
Sorenya, Soekarno datang ke Slipi. Menangislah Haryatie tersedu-sedu. Mengutarakan kekesalannya terhadap skenario yang tak pernah ia tahu.
Mendengar kekesalan hati istri tercinta, Soekarno murka. Dikumpulkannya seluruh ajudan, supir, dan pengawal pribadinya. Semuanya dimaki. Semuanya terdiam. Terkecuali kepuasan yang terlihat dari wajah Haryatie.
"Ah, itu hanya sandiwara Bung Karno. Ia harus marah agar Haryatie tidak marah," pungkas Bambang dalam bukunya.
**
Di lain waktu, Bambang pernah juga menjadi sasaran amarah Ratna Sari Dewi. Kisahnya terjadi di Jepang. Kala itu, Bung Karno beserta rombongan diundang makan malam oleh seorang tokoh penting di sana.