"Saya sudah kejar dia ke China, tapi mentok di Beijing," ujar Gagoek Soebagyanto.
Ia adalah jaksa yang ditugaskan memburu Eddy Tansil hingga ke Beijing. Kejadiannya pada tahun 2016.
Saat itu, Gagoek mendapat tugas langsung dari Jaksa Agung Singgih. Tim pemburu Eddy Tansil yang dibentuk melibatkan banyak pihak.
Termasuk Kroll Associates. Detektif swasta internasional yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar'ie Muhammad.
Saat semuanya buram, temuan Kroll cukup menggembirakan. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah tahu jika Eddy berada di China. Tapi, Kroll menunjuknya lebih jelas. Di Fujian.
Namun, kepergian Gagoek sia-sia. Belum sampai ke Fujian, pihak otoritas China telah melarangnya. Alasannya administratif.
Sebelum membangun pabrik bir di China, Eddy telah memindahkan investasinya dari Indonesia. Kejadiannya pada tahun 1993. Tersebab bisnis bir "Tjap Kuntji" nya di bogor gagal.
Baca juga:Â Kiprah Eddy Tansil, Kisruh di Indonesia, Rusuh di China
Setelah kabur dari Cipinang, konon Eddy lari ke China. Di sana ia membangun kembali kerajaan bisnisnya. Pabrik perakitan sepeda motor di Fuzhou hingga pabrik bir di Putian.
Ia bahkan menjadi orang kuat di sana. Menjadi "pahlawan" yang mengangkat kehidupan ekonomi masyarakat lokal. Gelar Raja Bir dari Fujian bahkan tersemat padanya.
Namun, keberuntungannya tidak bertahan lama. Pada tahun 2007, Eddy gagal mengembalikan kredit ratusan miliar yang dipinjamnya dari Bank of China.
Pabrik birnya jatuh ke tangan pesaing. Sedangkan pabrik kacanya disita negara melalui perusahaan asset management, Great Wall.
Great Wall adalah Lembaga keuangan resmi pemerintah China. Fungsinya menangani asset bermasalah dari kredit macet bank milik negara.
Kendati sudah menjadi urusan negara, penyitaan asset Eddy Tansil tidak berjalan mulus. Dibutuhkan waktu hampir 4 tahun untuk mengeksekusinya.
Koneksi Eddy Tansil ternyata sangat luar biasa. Ia bukanlah orang sembarangan. Khususnya di Fujian, tempat kelahiran leluhurnya.
Gong Chungi, direktur Great Wall Asset Management memberi pengakuan. Alih-alih berbicara dengan pihak cabang Great Wall di Fuzhou, Eddy memilih cara kilat. Bernegosiasi langsung dengan kantor pusat di Beijing.
Laporan Legal Daily, edisi Juni 2006 mengisahkan aksi Eddy Tansil. Konon setelah rapat dengan pihak kantor pusat Great Wall, Eddy langsung mengadakan rapat internal.
Salah satu staf Eddy membocorkan: Ia membanggakan koneksinya dengan Beijing.
"Kita tidak perlu khwatir dengan mereka, saya punya bekingan kuat," pungkas staf tersebut meniru perkataan bosnya.
Layaknya aturan dalam dunia perbankan, debitur yang sudah pernah cacat tidak bisa lagi berhubungan dengan bank. Tapi, tidak bagi Eddy.
Ia masih leluasa mengembangkan bisnis pabrik kaca ke provinsi lain. Rumor beredar, Eddy masih mendapat suntikan dana.
Dari bank Pemda tempatnya berinvestasi. Tepatnya provinsi Hebei. Jumlah pinjaman mencapai 230 juta RMB.
Rumor lain juga beredar. Pembukaan pabriknya pada 27 September 2008 dihadiri oleh orang penting.
Sekjen Partai Komunis Provinsi Hebei, Jing Chunhua, dan Wali Kota Hengshui, Gao Hongzhi.
Baca juga: Hijrah Eddy Tansil, Rusuh di Indonesia, Kisruh di China
Sebuah media di China menulis kekuatan bekingan Eddy. Ia punya koneksi yang kuat dengan Beijing. Dari sinilah Eddy mendapatkan semua fasilitas.
Konon Wali Kota Gao Hongzhi sempat menemani Eddy ke Beijing. Tujuannya agar pabrik barunya bisa berjalan lancar.
Tapi, ada juga yang berkata bahwa pabrik kaca tersebut akhirnya dibatalkan. Tidak ada penjelasan mengapa sampai demikian.
Jejak Eddy Tansil dengan Partai Komunis China
Harry Tansil termasuk pengusaha Indonesia yang lebih awak berinvestasi di China. Konon sejak tahun 1981.
Ia sudah sering berkunjung ke China. Membawa serta putra sulungnya, Eddy Tansil.
Baca juga: Jejak Keluarga Tansil, Cek Kosong hingga Keberadaan Eddy Tansil
Hubungan yang dibina oleh keluarga Tansil terlihat jelas pada tahun 1993. Tanggal 24 Februari, pabrik bir Eddy mendapat kunjungan tamu penting.
Ia adalah Song Ping, anggota Komite Tetap Politbiro Komunis Tiongkok.
Song adalah orang dekat Den Xiaoping. Pimpinan komunis China generasi kedua. Ia juga adalah mentor Presiden China ke-6, Hu Jintao.
Setelah kunjungan tersebut, Eddy diundang secara khusus untuk bertemu dengan Tian Jiyun. Sosok ini punya jabatan mentereng.
Jika di Indonesia setara dengan Wakil Ketua DPR. Ia juga pendukung "Reformasi Den."
Eddy tampil bak ahli ekonomi ternama. Ia banyak menjelaskan mengenai potensi perdagangan internasional China. Padahal, Eddy tak pernah tamat sekolah.
Para pemimpin Politbiro membutuhkan masukan Eddy. Dijadikan dasar untuk mengembangkan konsep perekonomian baru yang lebih liberal di China.
Ini sudah membuktikan bagaimana hubungan Eddy dengan anggota DPR Partai Komunis Tiongkok.
Juga MPR. Bahkan lebih dekat lagi.
Eddy memiliki seorang paman. Namanya Chen Ziszhen. Ia merupakan anggota MPR Tiongkok. Perwakilan dari Fujian.
Zizhen juga punya seorang anak didik. Berasal dari kalangan keluarga. Sekarang sudah menjadi anggota MPR. Juga perwakilan dari Fujian.
Namanya Chen Yuanshou. Cucu kemenakan Zizhen dan kemenakan Eddy Tansil.
Tepatnya, anak Hendra Rahardja. Almarhum mantan bos Bank Harapan Sentosa (BHS).
Eddy memang memiliki kedekatan dengan politikus yang berasal dari Fujian. Tidak heran. Ayahnya lahir di sana. Bisnisnya juga banyak berkiprah di sana.
Termasuk Presiden Xi Jinping. 17 tahun sebelum ia menjadi presiden, karir politiknya banyak dihabiskan di Fujian.
Pada tahun 1985, Xi Jinping ditunjuk sebagai Wakil Wali Kota Xiamen. Salah satu kota besar di Fujian.
Pada tahun 1991, ketika Indonesia dan China menormalisasikan hubungan diplomatik, Xi Jinping memiliki tugas khusus.
Ia memimpin delegasi khusus ke Jakarta. Mempromosikan peluang investasi di China.Â
Pada tahun 1993, karirnya menanjak, posisinya elit. Sebagai Sekretaris Komite Partai Komunis di Fuzhou.
Di saat yang sama, Eddy juga sedang getol-getolnya membangun bisnis di sana.
Jasa Eddy bukan hanya membangun ekonomi di Fuzhou. Ia juga rajin membawa konsorsium asing.
Khususnya dari Taiwan dan Hong Kong. Atas jasa Eddy, semakin banyak investasi asing yang berdiri di sana.
Pada tahun 1999 hingga 2002, Xi Jinping menjabat sebagai Gubernur Fujian. Di tahun 2000, komposisi saham pabrik kaca Eddy berubah.
Perusahaan Pemda Fujian turut berinvestasi. Sebagai gubernur, Xi Jinping turut menandatangani akta perubahan.
Irisan hubungan Eddy dan Xi Jinping juga dijelaskan oleh sosok Zhao Qiang. Ia adalah direktur perusahaan Eddy di Fujian.
Ia juga adalah pejabat pemerintah Provinsi Fujian. Memiliki tugas untuk mengurusi perusahaan negara.
Zhao Qiang bukanlah orang biasa. Ia adalah anak buah Xi Jinping.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H