Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengeluarkan Surat Keputusan tentang hasil Tes Wawsasan Kebangsaan (TWK) kepada 75 pegawai yang tak lolos.
Isinya, ke-75 dinonaktifkan. Mereka resmi tidak lagi bekerja sejak 7 Mei 2021.
Perlawanan dilakukan, berbagai pihak mengeluarkan pendapatnya. Ada yang menuduh rekayasa politik di balik keputusan ini. Ada juga yang menyarankan agar kasus ini sebaiknya disikapi bijak.
Jangan sampai terjadi polarisasi di masyarakat. Bangsa ini masih harus berjibaku dengan masalah besar. Kondisi Covid-19 dan segala turunannya yang belum juga usai.
Polarisasi dukungan terhadap KPK bukan yang pertama. Tentunya kita mengingat kasus Cicak vs Buaya yang melegenda. Melibatkan dua institusi penegak hukum besar di Indonesia. KPK vs Polri.
Bukan hanya sekali, bahkan sampai tiga kali. Bagi yang sudah mulai lupa dengan kasus ini, marilah kita ulik bersama. Mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Semoga tidak akan pernah terulang lagi.
Cicak vs Buaya Jilid I
Adalah Susno yang pertama kali menelurkan istilah Cicak vs Buaya. Ia menganalogikan KPK sebagai cicak kecil dan Polri sebagai buaya.
Sebelumnya sudah ada sejumlah kasus yang mencuat. Penembakan Nasruddin Zulkarnaen sepulang dari lapangan golf Modern. Ketua KPK saat itu, Antashari Azhar dijadikan tersangka. Konon kisah asmara dengan seorang caddy menjadi penyebabnya.
Dari balik jeruji, Antasari memberi pernyataan bahwa pimpinan KPK menerima suap 6,7 miliar dari Anggoro Widjojo. Anggoro dijadikan tersangka dalam kasus suap yang melibatkan Departemen Kehutanan. Â Â
Puncaknya terjadi ketika Bareskrim Polri menahan dua Wakil Ketua KPK, Bibit Riyanto dan Chandra Hamzah. Aktivis anti korupsi langsung bergerak. Bereaksi keras atas tindakan Bareskrim.
Dua pekan setelah Bibit dan Chandra ditahan, presiden SBY memberikan pernyataan. Ia menyorot permasalahan di ketiga Lembaga penegak hukum kala itu, Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung.
Tim 8 di bawah pimpinan Adnan Buyung Nasution pun dibentuk presiden. Tim ini mendesak Polri untuk menonaktifkan Susno Duadji. Akhirnya pada tanggal 05.11.2009, Susno mundur dari jabatannya sebagai Kabareskrim Mabes Polri.
Namun, Kapolri saat itu, Bambang Hendarso Danuri tidak menganggapi pengunduran diri Susno. Ia justru mencopot Susno dari jabatannya dan menggantikannya dengan Ito Sumardi.
Belakangan, Susno dijadikan tersangka atas kasus pencemaran nama baik institusi Polri. Setelah ia membeberkan adanya dugaan makelar kasus di tubuh institusi ini.
Nyanyiannya kemudian membongkar kasus korupsi Mafia Pajak. Melibatkan pegawai Dirjen Pajak, Gayus Tambunan yang konon merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Cicak vs Buaya Jilid II
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 27 Juli 2012. Beberapa hari setelah penetapan tersangka, KPK melakukan penggeledahan di kantor Korps Lalu Lintas Mabes Polri, Jakarta.
Dalam kegiatannya, tim KPK sempat dipersulit. Barang bukti yang hendak diangkut direbut kembali untuk dibawa masuk ke kantor Korps Lalu Lintas.
Aksi ini seolah "dibalas" oleh Polri dengan mengepung gedung KPK. Pada tanggal 05.10.2012, puluhan anggota Brimob datang untuk menangkap salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan.
Novel dijadikan tersangka atas aksi penganiayaan berat saat masih bertugas di Kepolisian Daerah Riau pada tahun 2004. Saat itu, Novel juga bertindak sebagai ketua tim Satgas kasus simulator.
Aksi dari Kepolisian RI mendapat tanggapan dari aktivis antikorupsi. Mereka membuat pagar betis di depan gedung KPK. Tiga hari kemudian, presiden SBY angkat suara.
"[...] saya menyesalkan berkembangnya berita simpang siur demikian, sehingga muncul masalah politik yang baru."
Menurut SBY, masalah ini tidak seharusnya terjadi jika KPK dan POLRI bisa memberikan penjelasan yang jujur dan jelas.
Cicak vs Buaya Jilid III
"Budi Gunawan menjadi kasus tersangka Tipikor saat menduduki kepala biro pembinaan karir," kata Ketua KPK Abraham Samad.
Menurut Samad, kasus BG ini telah menjalani penyidikan setengah tahun lebih. Penetapan sebagai tersangka dilakukan berdasarkan dua alat bukti.
Sebelas hari setelah penetapan tersangka BG oleh KPK, Polri menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjajanto (BW). Penangkapan tersebut didasarkan pada pengaduan Sugianto Sabran, bekas anggota legislatif dari fraksi PDI-P.
Tudingannya adalah sebagai dalang kesaksian palsu dalam sengketa pilkada Kotawaringin, Kalimantan Tengah, 2010 silam.
Sehari sebelum penangkapan BW, politikus PDIP, Hasto Kristiyanto melancarkan tudingan kepada Abraham Samad. Ia menyebutkan jika Ketua KPK tersebut menaruh dendam pribadi kepada BG. Tersebab BG menghalangi upaya Samad dicalonkan sebagai Wapres RI.Â
Sehari setelah penangkapan BW, kini giliran Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja yang diadukan ke Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan surat notaris yang melibatkan penghilangan saham PT. Desy Timber.
Dua hari kemudian, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen menyusul. Ia diadukan ke kepolisian. Tuduhannya adalah dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada tahun 2008.
Kendati Jokowi menyerahkan permasalahan ini kembali kepada kedua institusi yang berseteru tersebut, ia membentuk tim tujuh untuk mengurai kericuhan tersebut.
**
Cicak vs Buaya memang sangat identik dengan aksi balas membalas kedua institusi ini. Serinya berlanjut, kendati tidak saling berhubungan. Â
Terkit kasus ke-75 pegawai KPK yang tidak lolos tes TWK, ada yang mengatakan bahwa ini adalah lanjutan dari episode melegenda tersebut.
Asfinawati selaku Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukim (YLBHI) mengungkapkan bahwa cicak vs buaya telah menemukan transformasi baru.
Menurutnya, yang digunakan untuk melemahkan KPK adalah melalui metode penguasaan institusi ini. Ia menyebutkan bahwa wujud KPK masih cicak, tapi di dalamnya sudah ada buaya.
"Jadi kalau kita lihat cicak-buaya I-III yang dilakukan dari luar, babak selanjutnya adalah serangan dari dalam." Ujarnya, dikutip dari sumber (detik.com).
**
Jokowi telah angkat suara. Ia menyarankan agar KPK mengkoordinasikan kasus tersebut bersama Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara.
Dari hasil rapat koordinasi tersebut, akhirnya KPK menyatakan ada 51 pegawai yang terpaksa diberhentikan karena tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.
Sementara masih ada 24 pegawai yang dianggap masih bisa dibina. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, ke-24 pegawai tersebut bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H