Paul sahabatku, ia adalah seorang Buddhis. Tidak apa bagi sahabat seiman yang memiliki pendapat berbeda.
Bagiku, Namaskara (sembah-sungkem) kepada Bhikkhu adalah wajar. Patut dilakukan oleh umat Buddha. Lagipula terdapat pada ajaran Buddha Theravada.
Namaskara sendiri dalam bahasa Indonesianya adalah penghormatan atau persujudan. Tujuannya adalah memberikan penghormatan kepada yang patut dihormati.
Namun, Paul enggan melakukannya. Tersebab Bhikkhu adalah seorang manusia juga. Menurutnya, bernamaskara hanya pantas dilakukan di hadapan arca dewa. Mahluk surgawi yang lebih tinggi derajatnya.
Ia seringkali menyinggung setiap kali melihatku bernamaskara di hadapan Bhikkhu. "Kamu terlalu fanatik, Rud. Saya tidak bisa terima itu."
Saya pun tidak masalah. Menurutku Paul tidak akan masuk neraka jika tidak bernamaskara. Hubunganku dengannya tetap baik hingga kini.
**
Lain lagi dengan Santo. Ia tidak masalah bernamaskara. Menurutnya, itu mulia.
Hingga suatu saat ia mendapatkan kabar bahwa teman SMA-nya dulu telah menjadi seorang Bhikkhu. Santo tidak terlalu cocok dengan pribadi bekas temannya itu.
Dengan enggan ia pun bernamaskara, meski hatinya curcol banget. Ia pun melakukannya dengan setengah hati.
**