Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Henk Ngantung: Gubernur DKI, Cina, PKI, dan Tugu Selamat Datang

24 Mei 2021   05:21 Diperbarui: 24 Mei 2021   15:25 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Henk Ngantung: Gubernur DKI, Cina, PKI, dan Tugu Selamat Datang (liputan6.com)

Perempuan itu tinggal di sebuah rumah yang berlokasi di gang sempit, Jalan Dewi Sartika, Jakarta.

Terlalu banyak kenangan yang tertinggal di sana. Barang kenangan suaminya, yang tak lekang oleh waktu.

Tapi, ruangan di rumah itu tidak lagi memadai. Beberapa foto dan lukisan karya suaminya harus ditaruh di kursi. Tembok rumah sudah tidak lagi aman oleh rembesan air.

Pun halnya degan setumpuk sketsa tangan. Mangkrak dalam lemari yang sudah usang. Termasuk sketsa Tugu Selamat Datang, ciptaan salah seorang seniman terkenal di negeri ini.

Kini sang istri hanya bisa tidur di dapur. Tersebab itu adalah satu-satunya ruangan yang belum bocor. Uang pensiun suaminya hanya 850.000 per bulan. Tak cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Namanya Evie Ngantung. Siapa yang sangka, jika 56 tahun lalu, suaminya adalah Gubernur DKI Jakarta. Namanya, Henk Ngantung. Sosok yang sama dengan pencipta Tugu Selamat Datang, Jakarta.

megapolitan.kompas.com
megapolitan.kompas.com
Sejatinya Henk bisa bersekolah di MULO. Sebagai anak bintara KNIL, ia bisa bersekolah di lembaga pendidikan bergengsi zaman kolonial.

Ayahnya, Arnold Rori Ngantung bukan pria sembarang. Ia memang adalah pekatik (pengurus kuda), namun juga berpangkat fourier (bintara).

Rori adalah seorang pria kawanua, Manado. Sewaktu berdinas di Bogor, ia jatuh hati dengan Maria Magdalena Ngantung Kaisun. Buah perkawinannya adalah seorang anak lelaki.

Bocah itu diberi nama Hendrik Hermanus Joel Ngantung.

Tapi, nasib berkata lain. Henk adalah seorang seniman tulen. Di usianya yang masih sangat muda, ia tahu bahwa melukis adalah jalan hidupnya. Ia keluar dari sekolah dan pindah ke Bandung tahun 1937.

Adalah Rudolf Wengkart yang menjadi guru lukisnya.

Usaha Henk tidak sia-sia. Di tahun 1937 pada saat masih berusia 16 tahun, pemerintah Kolonial Belanda memberikannya kesempatan untuk memamerkan lukisannya di gedung kesenian Bataviasche Kunstrkring.

Dalam pameran itu, Henk menjadi salah satu dari empat seniman Indonesia. Soedjono, Agus Daya, Emiria Soenassa adalah tiga yang lainnya.

Kegiatan seni Henk terus berlanjut, hingga ia mendapatkan panggungnya sendiri. Pameran tunggal di tahun 1948 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Sebagai pelukis, Henk juga aktif berorganisasi. Ia tercatat pernah tergabung dalam Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi), yang dipimpin Sudjono pada tahun 1940.

Ia tercatat sebagai salah satu pendiri Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Ia juga memangku jabatan sebagai Sekretaris Umum.

Belakangan Lembaga yang didirikan oleh Henk ini sangat identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kendati Henk adalah warga keturunan China, tapi dia bukanlah komunis.

Namun, keterlibatannya cukup untuk membuat ia sebagai tertuduh PKI.

newsantara.id
newsantara.id
Ketenaran Henk memikat Soekarno yang juga pengagum seni. Henk sering mendapat perintah dari Soekarno untuk mendekorasi Istana Negara agar terlihat anggun.

Hingga suatu saat, datanglah perintah dari Sang Bung.

"Henk, Bapak ingin kamu menempatkanmu di Kotapraja. Bapak ingin Henk mewakili bapak di sana. Bapak ingin kota ini cantik. [...]" Ujar Soekarno kepada Henk, dikutip dari sumber (tirto.id).

Tahun 1957 menandai masuknya Henk pada birokrasi pemerintahan. Ia tercatat sebagai salah satu anggota Dewan Nasional yang dibentuk pada tanggal 21.02.1957.

Meskipun tidak memiliki latar belakang birokrat, karir Henk di pemerintahan terus menanjak. Hingga di tahun 1960, datanglah selembar memo dari presiden Soekarno.

"[...] saya sudah mengambil keputusan untuk mengangkat Dr. Soemarno sebagai Kepala Daerah Jakarta dan saudara Henk sebagai Wakilnya. Harap bisa bekerja sama. [...]"

Keputusan tersebut telah dibuat sepihak oleh Soekarno dalam rapat dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Panitia teknis sebenarnya keberatan dengan diangkatnya Henk. Alasannya karena ia tak punya pengalaman.

Tapi, Soekarno yang begitu berkuasa di tahun 1960, tetap menginginkannya. Ia hanya menginginkan dua nama, seperti yang tertera pada memonya.

Ada juga yang menyebutkan bahwa Henk sebenarnya adalah calon dari PKI. Tapi, itu tak terbukti.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 20/1960, jadilah Henk sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pertama. Dari etnis tionghoa, dan non-muslim.

wikipedia.org
wikipedia.org
Selama empat tahun, Henk Ngantung menjalankan tugasnya dengan baik. Urusan banjir dan kebakaran yang melanda Jakarta, diserahkan kepada Dr. Soemarno. Sementara Henk hanya bertugas untuk mempercantik ibu kota.

Henk menata jalan protokol dengan pot-pot lebar di pinggirnya. Jalan-jalan ditata rapih menyambut Asian Games IV, 1962.

Patung Selamat Datang yang masih berdiri megah di Bundaran Hotel Indonesia, adalah hasil karya sketsanya. Bahkan konon logo Kostrad juga disebut sebagai hasil karya sketsa Henk Ngantung.

Pada tahun 1962, ketika menjabat menjadi Wakil Gubernur, Henk bertemu dengan pujaan hatinya. Hetty Evelyn Mamesah namanya, alias Evie.

Usia mereka terpaut jauh, tapi berasal dari kampung yang sama. Bersama Evie, Henk memiliki empat buah hati.

tugu selamat datang (solopos.com)
tugu selamat datang (solopos.com)
Pada tahun 1964, Soekarno membuat sebuah keputusan krusial. Soemarno diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri, dan Henk menjadi Gubernur DKI.

Khwatir dengan keputusan sang presiden, Soemarno mengusulkan agar Henk bisa ditemani oleh seseorang yang handal dalam bidang birokrasi.

Wakil Gubernur pun diangkat. Bukan hanya satu, tapi dua orang sekaligus. Dr. Soewondo dan Satoto Hapoedjo.

Hari bersejarah itu jatuh pada tanggal 22 Oktober 1964. Henk Ngantung menjadi Gubernur DKO Jakarta. Namun, ia tidak berada lama di jabatan itu. Periodenya hanya beberapa bulan saja.

Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Dr. Soemarno dikembalikan lagi. Sementara Henk diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas pada bulan Juli 1965.

Ia dianggap sebagai sayap kiri. Atas pertimbangan konflik politik, ia pun harus tersingkir.

Dalam sejarah, Henk adalah gubernur yang paling apes. Di zaman Soeharto, seluruh musuh politik, tak akan diberikan kebebasan pergerakan. Henk masih beruntung, ia tidak mendekam dalam bui.

Namun, kehidupannya hancur dalam sekejap. Uang pensiun yang seharusnya menjadi miliknya, diberikan 15 tahun setelah ia berhenti menjabat. Henk terpaksa harus melego rumahnya di kawasan Tanah Abang.

Ia pun membeli rumah sederhana di jalan Dewi Sartika. Selanjutnya adalah hari-hari yang kelam bagi Henk dan keluarganya. Ia hidup dari berjualan lukisan yang tidak seberapa.

Henk tutup usia di tahun 1991. Meninggalkan kenangan dalam kesunyian. Tidak ada hiruk pikuk acara, apalagi upacara.

kondisi rumah henk ngantung (kompasiana.com)
kondisi rumah henk ngantung (kompasiana.com)
Tanggal 24 April 2013, Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memerintahkan Dinas Perumahan untuk merenovasi atap rumah Henk yang rusak parah dan hampir roboh.

Untuk pertama kalinya selama puluhan tahun, rumah mereka tidak bocor lagi.

Mungkin itu adalah harapan terakhir dari Evie. Tidak muluk-muluk. Hanya agar barang peninggalan suaminya tidak rusak diterjang air hujan.

Tak sampai setahun setelahnya, Evie menutup mata. Ia dikuburkan dalam satu liang lahat dengan Henk di TPU Menteng Pulo. Maut akhirnya mempertemukan mereka berdua.

**

Sketsa Selamat Datang masih berada di rumahnya. Teronggok diam dalam lemari usang. Masih bertanya, apa kabar ibu kota Jakarta?

Tugu Selamat Datang masih berdiri megah. Berdiri diam dengan hati riang. Tidak lagi bertanya, dimanakah ayahku berada?  

**

Seorang anak bangsa telah terpasung. Meringkuk sepi dalam kejamnya arus politik. Namanya Henk Ngantung. Dituduh PKI dalam ketidakberdayaan yang pelik.

Seorang istri setia pantang meraung. Merindukan kondisi yang tak pernah membaik. Namanya Evie Ngantung. Bunga prahara yang berbisik;

"Aku akan selalu setia menemanimu!" 

Selamat Jalan Henk Ngantung. Semoga engkau terlahirkan di alam yang lebih baik. Semoga engkau tenang berada di sisi-Nya. Dan semoga bangsa ini tidak pernah melupakanmu.

**

Baca juga artikel menarik lainnya di Kompasiana tentang kondisi rumah Henk Ngantung sebelum direnovasi, karya Kompasianer Firda Puri Agustine di sini;

Melongok Rumah Mantan Gubernur DKI, Henk Ngantung sebelum Direnovasi

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun