Terjadilah tawuran. Bunyi tembakan ke atas terdengar berkali-kali. Para taruna rupanya diizinkan membawa senjata. Untuk meredam kekacauan, para taruna diminta berkumpul dan beristirahat di salah satu sisi kampus. Di sanalah Rene dan Ganti melintas. Kejadiaan nahas pun terjadi.
**
Tanggal 9 Oktober 1970, mahasiswa dan pelajar Bandung mengadakan upacara melepas jenasah Rene kepada keluarganya. Suasana penuh haru. Emosi masih terasa pilu.
Jenasah Rene disemayamkan di Jakarta. Kasus menjadi besar. Gubernur Akpol, Irjen Awaluddin Djamin menjadi sasaran kemarahan, tapi Panglima Kopkamtib, Jenderal Soemitro dan Kapolri Jenderal Hoegeng cenderung membela para taruna.
Meskipun dalam autobiografinya; Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993), Hoegeng memberikan pernyataanya;
"Kesalahan terbesar dalam kasus itu adalah penggunaan senjata api. Tentunya oleh salah seorang taruna. Saya sendiri merasa malu," demikian kutipannya.
**
Adalah seorang anggota brimob, brigadir polisi bernama Djani Maman Sujarman. Ialah yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Djani mendapat pembelaan dari pengacara Adnan Buyung Nasution. Divonis penjara 1 tahun 6 bulan atas kelalaian yang menyebabkan kematian Rene Louis Conrad.
Sementara para taruna dikenai sidang kedisiplinan. Delapan orang saja yang disidik. Di antaranya ada dua nama anak jenderal polisi. Mereka adalah Nugroho Oestenrik dan Noegroho Djajoesman.
Noegroho Djajoesman yang pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya di tahun 1998, adalah Tersangka I. Ialah yang mengejar Rene ketika hendak melarikan diri pada saat dikepung.
Bahar Muluk, adalah Tersangka IV. Pistol di tangannya kehilangan satu peluru. Ia mengaku mengacungkan pistol ke arah Rene, tapi bukan sebagai penembaknya. Pistolnya sempat berpindah tangan entah ke mana.