Tidak heran begitu aku mencicipi bakso, dalam bayanganku, itu adalah sekelompok daging babi cincang yang dibulat-bulatkan. Betapa udiknya diriku saat itu, ah!
Namun, aku juga tidak 100% salah. Tersebab Bakso di Indonesia memiliki sejarahnya yang panjang.
Makanan ini berasal dari zaman Dinasti Ming (1368-1644). Begitu masuk ke Indonesia, nama bak-so langsung tersemat. Bak-so sendiri memiliki arti harafiah daging giling.
Sementara kata bak sendiri dalam bahasa China sebenarnya merujuk kepada daging babi. Alias daging yang dijadikan sebagai bahan utama masakan ini di Tiongkok sana. Begitu pula dengan turunannya, seperti bak-wan, bak-pia, dan bak-pao.
Namun, di Indonesia yang mayoritas muslim, bakso lebih umum terbuat dari daging sapi. Belakangan bahkan dibuat varian lebih luas. Ada bakso dari ayam, udang, dan ikan.
Sebaliknya, Nyuk-nyang yang nyata-nyatanya haram, justru memiliki makna berbeda. Kata "nyuk" sendiri berasal dari kata "niu-juk" yang berarti daging sapi. Lha!
**
Untuk kuliner yang satu ini, bangsa Indonesia belajar dari China, yang penduduknya adalah penggemar daging babi (kecuali muslim China tentunya).
Namanya pun masih memikul embel-embel babi. Tidak ada masalah, sepanjang yang dimasak bukan daging babi sungguhan.
Sementara bipang, kasusnya terbalik. Makanan yang seharusnya merupakan kue dari beras, diplesetkan menjadi babi panggang.
Mungkin saja karena kata babi lebih tidak sopan. Dengan demikian, bipang terasa pas. Lebih keren dan tak haram terdengar.