"Ini BIPANG atau JIPANG dari beras. Makanan kesukaan saya sejak kecil hingga sekarang, [...]."
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi turut bersuara. Menurutnya, pernyataan Presiden itu ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam mayarakat yang memiliki budaya kuliner yang berbeda pula.
"[...]. Jadi sekali lagi, kuliner khas daerah yang disebut Bapak Presiden dalam video tersebut untuk mempromosikan kuliner nusantara yang beragam." Ungkap Lutfi.
Kembali kepada perselisihanku dengan Daeng Khrisna. Tentu ia akan memaafkanku, meskipun aku belum sempat meminta maaf. Aku yakin ia tahu jika yang kumaksud di sini adalah bipang yang non-haram.
Aku jadi mengingat kejadian waktu masih SD. Betapa naifnya diriku ketika mengatakan bahwa abang tukang bakso yang sering nongkrong di depan sekolahku menjual daging babi.
Tentunya, itu bukanlah penistaan agama. Tersebab keluar dari mulut seorang anak kecil berusia 9 tahun. Lagipula, di awal tahun 80an belum ada pasal Penistaan Agama. Jadi, amanlah diriku.
Pernyataanku bukan tanpa sebab. Kelas 3 SD adalah pertama kalinya aku mencicipi bakso yang rasanya gurih nan lezat. Sebelumnya, adalah nenek yang melarangku jajan di luar.
"Nanti kosakit perut,"Â aku masih mengingat kata-katanya.
Tapi, ibu tercinta justru suka jajan. Seminggu sekali, ia menjemputku pulang sekolah, untuk singgah di tempat kulineran. Salah satu yang paling favorit adalah Nyuk-nyang jalan Bali.
Nyuk-nyang ini kalau di Jawa, namanya Bakwan. Modelnya mirip-mirip bakso, tapi kuahnya bening.
Nah, Nyuk-nyang ini sudah diwanti-wanti oleh penjualnya. Label "Tidak umum" berarti mengandung daging babi. Sudah dipahami oleh para sahabat muslim.