Kalau urusan plagiat jangan tanya ke saya. Sudah ada dua tulisanku di Kompasiana yang masuk kategori ini. Mengambil kutipan tulisan lain dengan komposisi lebih dari 25%. Aturan di Kompasiana tidak memperbolehkannya.
Tentu aksi plagiat ini tidak bagus. Selain memalukan, bisa juga kehilangan kepercayaan dari pembaca. Hingga yang terparah, terbentur kasus hukum.
Pun harus diakui jika plagiat itu sangat menggoda. Penulis ingin menghasilkan karya terbaik. Kehilangan ide bisa jadi sangat membebankan. Daripada repot-repot, mengapa tidak menyontek saja dari tulisan yang sudah terkenal?
Kendati demikian, banyak juga ambigu yang terjadi atas tuduhan plagiat. Seperti yang pernah ditayangkan oleh Kompasianer Himam Miladi. Tulisannya dihapus, gegara ia mengambil kutipannya sendiri.
Nah, sistem di Kompasiana tidak membaca itu. Diharapkan konsep parafrasa bisa dilakukan, meskipun sumber berasal dari karya sendiri. Untuk lebih jelasnya, sila ulik tautan di bawah ini. Â
Baca juga: Menggugat Aturan Plagiarisme Kompasiana dengan Teori Repetisi dan Orisinalitas
Bagaimana dengan diriku? Apakah kasus plagiatku hanya sebatas pada 2 tulisan yang dihapus dari 658 tulisanku yang masih eksis di Kompasiana?
Tidak, masih banyak lagi. Mungkin ratusan jumlahnya.
Mengapa demikian? Karena defenisi plagiat ternyata banyak. Untuk itu mari kita ikuti kisah kasus plagiat dari beberapa penulis terkenal dunia. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari sana.
Siapa saja dan bagaimana saja kisah mereka, yuk kita simak;
Christiane Serruya, Penjiplakan Besar-besaran
Christiane awalnya adalah seorang pengacara sukses di Brazil. Ia beralih menjadi penulis karena kecintaannya terhadap literasi. Selama karirnya, ia berhasil mencerbitkan 30 novel dan ratusan tulisan di blognya.