Se'ro dalam bahasa Makassar adalah timba, sebagaimana bentuk dari kue ini. Dalam adat pernikahan Bugis-Makassar, pengantin diharapkan saling melayani dan bekerja sama.
Hal ini juga sesuai dengan adat asse'rog bagi pengantin baru. Saling menimba air di sumur sebagai tanda saling mendukung.
Sementara itu, kue ajoa terilhami dari alat yang menyatukan dua leher kerbau dengan pembajak sawah. Sebagaimana harapan dari masyarakat bagi pengantin untuk saling mendukung dan kompak satu sama lain.
Rasanya lembut, manis, dan renyah. Dimakan satu biasanya tidak cukup. Tapi, jangan juga terlalu banyak, karena akan rasa ingin tambah akan selalu menghampiri.
Kedua kue ini memiliki makna yang hampir sama. Tapi kue se'ro-se'ro lebih romantis. Jelas, mandi bersama jauh lebih mesra daripada jadi kerbau di sawah, bukan?
**
Nah, inilah lima jenis kue tradisional khas Bugis-Makassar yang bisa menjadi ilham sebagai pegangan berbuka puasa. Sebenarnya masih banyak lagi, tapi nanti biarkanlah (semoga) Daeng Khrisna akan menjelaskan kelanjutannya.
Bagaimana resepnya? Jangan tanyakan padaku. Bisa coba cari di internet, atau bertanya kepada Mba Naz yang serba bisa (semoga).
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS