Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tanggapan untuk Romo Bobby: Jika Bisa Bahagia Jadi Penulis Tidak Jujur, Ajarilah Triknya

18 April 2021   10:20 Diperbarui: 23 April 2021   20:39 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanggapan untuk Romo Bobby: Jika Bisa Bahagia Jadi Penulis Tidak Jujur, Ajarilah Triknya (kompasiana)

Mungkin ini adalah artikel ter-kepo-ku di Kompasiana. Jujur, saya bukan orang kepo. Terutama mengenai hobi menulisku di laman bersama ini.

Mau dapat label AU, terpopuler, tertinggi, pokok e nulis. Meskipun peang dan dikarantina juga membuatku sewot. Tapi, anggap saja sedang uji kesabaran.

Ini juga bukan artikel antitesis dari tulisan Romo Bobby (Ruang Berbagi) "Jika Bisa Bahagia Jadi Penulis Jujur, Mengapa Harus Bersandiwara?"

Diriku sepenuhnya setuju dengan pengalaman manis (atau ketir) dari Romo Bobby tersebut. Tiada maksud juga untuk mengajak Kompasianer berbuat curang.

Pada artikel tersebut, saya meninggalkan komentar yang berbunyi; "Nomor 2 menarik, saya khwatir di K masih ada yang menggunakannya (semoga saya salah), tapi kecurigaan susah dilenyapkan."

Nomor 2 dalam tulisan Romo Bobby terkait "Tergoda merekayasa views dan tayangan artikel."

Ramadan telah tiba, berbohong itu dosa. Saya tak mau berbohong.

Jujur, komentar yang kutulis telah melalui percakapan japri diriku dan Romo Bobby. Temanya mengenai "kecurigaan" kami atas sebuah akun yang unik.

Namun, ingat ya, "kecurigaan" bukan tuduhan. Bisa saja itu adalah trik baru mendapatkan views yang banyak yang belum pernah diajarkan. Jika, ada yang menguasainya, ayolah, jangan pelit ilmu.

**

Berbicara mengenai views, memang unik. Tiada yang mengira tulisan mana yang bisa memancing minat baca yang tinggi. Kebetulan Mimin Kompasiana telah berbaik hati membocorkan rahasia tentan sebuah tulisan bisa ramai dibaca.

Silahkan ulik disini: Panduan agar Konten Kamu Makin Banyak Dibaca dan Makin Banyak Dapat K-Rewards

Tapi, sekali lagi, akun tersebut memiliki beberapa keunikan yang tidak biasa;

Pertama, Viral tanpa Melalui Proses

Melihat sebuah artikel yang bakal viral dan jadi tren sudah ada tanda-tandanya. Ada beberapa tahapan yang bisa terlihat;

Tahap pertama akan menduduki 5 terpopuler di kategorinya, lalu berlanjut menjadi terpopuler di laman utama Kompasiana. Jika hoki, akan masuk dalam kategori "tren pekan ini."

Bulan Maret, diriku kebetulan berada di puncak peraih K-Rewards dengan total 93.000 views. Dalam bulan yang sama, ada 9 artikel yang menjadi tren pekan ini. Belum termasuk yang masuk dalam terpopuler harian.

Namun, jika ada artikel yang tidak masuk dalam kategori terpopuler harian, tidak terdeteksi di tren pekan ini, bahkan tidak pula menduduki terpopuler di kategorinya, apakah sistem K sedang bermasalah?

Tidak juga, karena 12 jam adalah batasan untuk sebuah artikel mencuat dalam level terpopuler dan 3 hari adalah waktu untuk bertenger di tren pekan ini.

12 jam dan 3 hari adalah waktu bagi sebuah artikel untuk bersemi. Setelah itu, biasanya ambrul. Jumlah pembaca memang naik, tapi tidak lagi signifikan.

Artikel yang saya perhatikan, memang unik. 12 jam pertama hanya berkisar sekitar 100-200an. Tiga hari kemudian, naik ribuan. Saya penasaran, Anda juga?

Kedua, Adakah Cara Menaikkan Views secara Mandiri?

Kecurigaan pertamaku adalah medsos yang dimiliki oleh penulis. Aku pun bertanya di grup Kompasianer Penulis Berbalas (KPB), apakah tingkat views akan naik drastis jika dishare di medsos?

Di grup KPB ada seorang rekan yang followers Instagramnya hingga puluhan-k. Jawabannya, "tidak."

Lantas, bagaimana dengan grup sosial semacam whatsapp. Punyaku cukup banyak. Berbagi tulisan lewat grup, hanya mendapat satu atau dua respon balasan "tanda jempol." Sekiraku, tidak akan menambah banyak tingkat keterbacaan.

Kecuali jika tulisan tersebut dishare di akun medsos Kompasiana, yang followersnya juga merupakan pembaca Kompasiana.  

Ketiga, Konsisten Ribuan Views

Saya tidak bisa mengharapkan tingkat keterbacaan yang tinggi untuk seluruh artikelku. Sebagai contoh, artikel sejarah kontemporer semacam "pemerkosaan Sum Kuning" dan "Misteri Pembunuhan Dietje" mampu menembus 10.000 views. Tapi, tulisan sejenis lainnya hanya mencapai 400an.

Sementara akun yang hebat tersebut mampu menembus ribuan pada beberapa artikelnya secara berturut-turut. Meskipun ada juga satu atau dua tulisan yang pembacanya tidak sampai 100 (khususnya di akhir bulan).

Dari pengalamanku sih, tingkat keterbacaan yang tinggi biasanya memenuhi beberapa persyaratan; 1) isu yang sedang viral, 2) Sesuatu yang jarang diketahui, dan 3) Membahas isu sederhana dari perspektif berbeda.

Tentunya kekuatan judul dan lead juga sangat penting. Tanpa merendahkan konten dari penulis unik tersebut, saya harus jujur, di luar harapanku. Tidak ada yang terlalu istimewa sih. Atau mungkin memang saya geblek.

Keempat, Berjibun Pembaca, Minim Interaksi

Sebagai Kompasianer saya sudah melihat sebuah pola yang sama terhadap jumlah views, like, dan komentar. Biasanya berbanding lurus. Artikelku yang banyak dibaca (ribuan), biasanya mampu mendulang 40 hingga 70 likes. Sementara yang ratusan hanya berkisar antara 15 hingga 30 saja.

Hal yang berbeda dengan akun dengan followers yang banyak, semacam Pak Tjipta atau si Oji. Yang baca boleh sedikit, tapi yang vote seabrek-abrek.

Nah, akun yang saya perhatikan justru berbeda. Yang baca ribuan, jumlah komen dan like tidak sampai sepuluh.

Lucunya lagi, folowersnya hampir sama dengan punya si Oji, alias jauh lebih banyak dari punyaku. Tapi, tetap saja minim interaksi.

"Kecurigaan" saya, penulis ini memiliki tingkat ketenaran sosial yang sama dengan figur publik, semacam Pak JK yang juga Kompasianer. Tapi, entahlah.

Jika memang ada cara seperti itu, tentu akan sangat menolong Kompasianer. Tidak perlu blogwalking, tidak perlu sibuk membalas komentar, cukup menulis saja. Tolong dong, tipnya.

Kelima, Jumlah Komen Lebih Banyak dari Like

Coba perhatikan statistikmu. Adakah yang jumlah komen lebih banyak dari like. Kalau punyaku sih, jumlah like lebih banyak 2,5 kali dari komen. Alasannya karena memang tombol like lebih mudah diraih, daripada menulis komen.

Tapi, akun yang unik tersebut justru kebalikan. Jumlah komen lebih banyak 10 persen daripada jumlah like. Keren kan?

**

Sekali lagi, kecurigaanku ini tolonglah ditanggapi positif. Saya tidak menuduh, tapi keunikan ini memang tidak biasa. Adakah ilmu baru yang belum saya pahami? Mohon maaf juga jika saya salah. 

Menjadi Blogger professional tentu harus mengetahui cara-cara untuk mendulang pembaca. Itulah yang tidak kumiliki, tersebab diriku hanyalah blogger ecek-ecek yang menumpang di K.

Kepada Romo Bobby, terkait tulisanmu "Jika Bisa Bahagia Jadi Penulis Jujur," saya harus mengatakan bahwa saya bukan "penulis jujur."

Tulisanku tidak semua ide asli. Kadang terilhami dari tulisan orang lain yang kukemas sedemikian rupa sehingga menciptakan jenis "masakan baru." Tapi, saya bahagia.

Jadi jika bisa bahagia karena menjadi "penulis yang tidak jujur," maka itu adalah pilihan. Kendati demikian, saya termasuk orang yang tidak pelit ilmu. Bagiku berbagi ilmu adalah perbuatan baik.

Sekali lagi, jika ada yang punya trik untuk meningkatkan tingkat keterbacaan dengan cara unik, tolonglah dibagi. Karena "penulis tidak jujur" masih lebih baik dibandingkan "penulis pelit ilmu."

Untuk Mimin, mohon agar artikel ini jangan dipeangkan apalagi dikarantina ya. Saya hanya penasaran mengenai ilmu baru yang mungkin Mimin Kompasiana saja belum ngeh.

Lagipula saya hanyalah anak bawang di Kompasiana. Menjadi orang kepo di hari minggu itu menjengkelkan lho. (Memfitnah Engkong Felix)

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun