Bukan rahasia lagi jika di zaman Soeharto seluruh warga Tionghoa harus mendeklarasikan "nama nasional" dalam proses pengajuan kewarganegaraan.
Ada yang mengatakan bahwa itu adalah asimilasi paksa untuk menghilangkan identitas. Tapi, ada juga yang melakukannya karena keinginan sendiri.
Namun, itu adalah bagian dari masa lalu. Bagi saya sendiri, proses penggantian nama tersebut adalah berkah. "Nama Indonesia" bagi warga keturunan Tionghoa justru menjadi identitas yang membedakannya dari para keturunan Tionghoa di negara lain.
**
M. Saleh adalah nama dari ayah seorang sahabat. Nama aslinya jelas 3 huruf.
Pada saat keluarganya sedang sibuk-sibuk mencari nama, si Saleh berkeinginan mencari nama yang mirip dengan nama "Indonesia tulen." Dipilihlah "M" di depan kata Saleh.
Konon Saleh memiliki pelafalan yang sama dengan nama Tionghoanya. Sebutkanlah (misalkan) Shia-lai.
Namun ketiga petugas catatan sipil yang menangani formulirnya bertanya;Â "Apa kepanjangan dari nama 'M'?"
Si Saleh menjawab; "'M' saja."
Ini adalah salah satu contoh bagaimana perubahan nama Tionghoa menjadi sebuah fenomena selama tahun 1960 hingga 1980an.
**