9 September lalu, keheningan langit biru terpecah oleh suara pesawat terbang menderu. Bunyinya menggelegar karena terbang rendah. Tak berapa lama istana negara porak poranda. Pesawat itu memuntahkan tembakan mematikan. Persis di kursi tempat Presiden RI biasa duduk termenung.
Kejadian ini sudah berlangsung 61 tahun yang lalu. Tapi, mungkin tidak banyak yang mengetahuinya. Apalagi sepak terjang pilot pesawat MIG-17 yang melakukan aksi nekatnya. Namanya Daniel Alexander Maukar atau kerap dipanggil Dani.
Soekarno menjadi sasaran. Ia adalah pemimpin tertinggi Republik Indonesia. Membunuhnya sama dengan membuka peluang kudeta. Pagi itu, Letnan Penerbang Dani Maukar yang mendapat tugas untuk mengeksekusi Soekarno.
Beruntung bagi Soekarno, ia tidak berada di lokasi penembakan karena sedang memimpin rapat di bagian lain Istana Negara. Sang Proklamator pun selamat dari maut.
Serangkaian misi ia dapatkan. Sebelum memberondong Istana Negara, Dani terlebih dahulu menyerang tangki bahan bakar di Tanjung Priok hingga meledak. Sesudah itu ia menuju arah Selatan. Istana Bogor adalah sasaran berikutnya.
Tapi tidak sama dengan di Istana Negara. Kali ini pelurunya tidak mengenai sasaran. Dani menembakkan pelurunya dengan serampangan. Menghabiskan apa yang tersisa pada senjata kanonnya.
Tangannya basah setelah menembaki Istana Negara. Dia merasa bersalah. Soekarno adalah idolanya. Jelas sebuah keputusan sulit bagi Dani. Namun, rasa cintanya kepada bangsa ini telah merasukinya.