Lersel yang melihat kemampuan Kusni kemudian mendatangkan sejumlah orang yang ahli di bidangnya. Karya seninya dijual untuk sesuatu yang bermanfaat.
"Pak Kusni, ada yang datang membesuk." Ujar sipir penjara di suatu hari.
Kusni terkejut. Sudah lama tidak orang yang peduli dengannya. Masih terheran-heran dan mencoba menduga-duga. Kusni tidak pernah membayangkan siapa yang akan datang menjumpainya.
Seorang gadis cantik rupawan berdiri di hadapannya. Wajahnya sangat familiar. Mirip mantan istrinya yang telah pergi meninggalkannya.
"Ayah..!"Â ucap gadis itu berlumuran air mata.
"Ayah, saya Ninik, Ayah," ucapnya lagi.
Kusni terpaku. Ia merasa kotor. Jijik melihat dirinya. Ia tidak pantas menerima air mata gadis yang kini memeluknya itu.
Kusni meragu. Ia tidak pernah menangis. Bahkan ketika bundanya pergi menjauh. Ia tidak pantas menunjukkan air matanya di depan sang gadis.
Namun, Kusni juga manusia. Air mata tak terbendung. Kusni menangis sekeras-kerasnya. Atas sisa masa lalu yang masih beradab. Hidup penuh kekotoran lenyap diseka kesucian. Ia mencium pipi putrinya. Tuhan memang ada!