Di sisi lain, ada juga beberapa kelompok masyarakat yang menjadikan tukang parkir setara dengan kaum dhuafa. Saya (kadang) termasuk salah satu di antaranya.
Tarif parkir mobil resmi di kota Makassar adalah Rp.3.000,- Dalam kasus tertentu, tergantung siapa tukang parkirnya, aku bisa memberikan lebih.
Kadang rasa iba muncul ketika tukang parkir adalah seorang yang sudah uzur, ibu-ibu yang membawa anaknya, atau kaum difabel. Selembar gocengan hingga cebangan terasa ikhlas diberikan.
Mau tahu pendapatannya? Setiap hari rata-rata 150 motor dan 50 mobil keluar masuk lahan parkir. Tarif rata-rata untuk motor adalah 2000 perak, sedangkan mobil 3000 perak. Sila hitung sendiri.
Tunggu dulu, tidak sampai di situ. Di bulan Ramadan, selalu ada rezeki untuk Daeng Toa. Aku pernah melihat dengan mata kepala sendiri seorang bapak haji tajir memberikannya tiga ratus ribu perak.
Bukan hanya sekali, setiap hari pasti ada saja zakat yang bervariasi. Mulai dari sekarung beras, sekantung plastik sembako, hingga uang puluhan sampai ratusan ribu rupiah.
Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan Anda saat ini ketika mengetahui sedikit kenyataan tentang lika-liku tukang parkir di Indonesia. Lantas, apakah profesi ini sebaiknya dihilangkan saja? Apakah pengguna kendaraan tetap membutuhkan kehadiran mereka?
Aku sendiri pribadi masih menganggap tukang parkir adalah hal yang penting. Ada beberapa alasan yang mendasari;