Tapi, dengan adanya data orang miskin versi tempat kerja mantunya, ia jadi penasaran. Apakah ia termasuk orang miskin?
"Ada angkanya itu, Ayah." Adam mencoba mengingat standar Garis Kemiskinan Nasional (GKN) yang dijadikan acuan oleh BPS.
Daeng Rewa sebenarnya tidak suka angka, ia tidak pernah suka guru matematika. Namun, ia lebih tidak senang gelar orang miskin.
"Berapa angkanya itu, nak?" Daeng Rewa bertanya kepada Adam. Ia mau tahu apakah dirinya betul-betul miskin, atau miskin-miskinan.
"Jika dalam sebulan pengeluaran tidak sampai Rp.454.652,- per orang, maka itulah orang miskin."
BPS menggunakan sumber data utama dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Dari sinilah angka itu muncul.
Daeng Rewa termenung. Ia baru saja melunasi cicilan motornya yang dibeli beberapa tahun lalu. Meskipun beberapa kali ia mengalami kesulitan membayar cicilan, tapi alhamdulilah ia mampu melunasinya.
Cicilan motornya saja sudah mencapai angka Rp.450.000 per bulan. Jelas Daeng Rewa bukanlah orang miskin. Istrinya, Siti Khadijah masih sering kumpul-kumpul di rumah Bunda Toeng, istri Daeng Udin, mantan pak RT.
Arisan RT diadakan di sana. Meskipun tidak besar, tapi Daeng Rewa bisa menghitung jika biaya makan-makan dan beres-beres yang dikeluarkan oleh Siti Khadijah melebihi lima ratus ribu rupiah.
Aman, Daeng Rewa tidak masuk dalam kategori orang miskin.
"Tapi, ada tong versi lain versi Bank Dunia, Ayah."Â Adam lanjut menjelaskan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!