"Hidup yang berarti, dan mati lebih berharga lagi." ~ Pramoedya Ananta Toer
Gadis itu lahir di Batavia tahun 1893. Usianya baru menginjak 19 tahun. Ia sudah terjun menjadi pramuria bagi kaum Kumpeni. Tidak ada yang tahu, dari silsilah keluarga mana ia berasal.
Gadis itu berparas cantik. Wajah blasteran Eropa dan Pribumi. Matanya bulat, hidungnya mancung. Bibirnya sensual, rambutnya hitam panjang. Tidak ada yang duga, mengapa ia menjadi pelacur.
Gadis itu bernama Fientje de Feniks. Pelanggannya berasal dari kaum berpoenja. Harga pelayanannya konon menggetarkan langit. Tidak ada yang sangka, mengapa nasibnya berakhir tragis.
Batavia, 17 Mei 1912
Awalnya dikira wanita China. Tapi setelah pihak berwajib melakukan identifikasi, mayat itu adalah Fientje de Feniks. Primadona dari rumah bordil Oemar Ompong.
Kematian Fientje yang misterius sontak menjadi sorotan media kala itu. Berita menghebohkan pertama di awal abad ke 20 yang melibatkan skandal seks dan kekerasan.
Surat kabar terbitan Batavia, Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie, dan surat kabar terbitan Surabaya, Soerabaische Handelsblad, menerbitkannya hingga berhari-hari lamanya.
"Peristiwa ini jelas membuat penduduk Batavia heboh karena ini kali pertama sebuah peristiwa pembunuhan dengan peristiwa kekerasan dan seks. Dari bukti-bukti fisik dapat disimpulkan bahwa perempuan Indo itu tewas dicekik," dikutip dari: (Bukan) Tabu di Nusantara (2018), Achmad Sunjayadi.
Peristiwa Pembunuhan