Ayo jujur, apa yang selalu dinantikan menjelang Hari Raya Imlek. Kue keranjang mungkin menawan, atraksi barongsai tak kalah serunya. Namun, Angpao akan selalu ditunggu.
Bentuknya merah dalam bentuk amplop. Itulah mengapa namanya Angpao  atau Hongpao (ang/hong= merah, dan pao= bungkus/amplop).
Tradisi China memiliki banyak kisah mengenai angpao ini. Mulai dari tata cara pemberian dan penerimaan, isi angpao, hingga kepada waktu pemberian. Tapi, dibalik semua itu adalah sejarah asal-usul angpao yang mungkin terabaikan.
Bagi kalian yang senang menerima angpao (siapa tidak), ada baiknya untuk melihat darimanakah tradisi ini berasal, dan bagaimana kisahnya.
Ada beberapa kisah terkait tradisi ini. Yang paling populer berasal dari Dinasti Song (960-1279 M). Konon di zaman dulu ada sesosok iblis yang akan menyerang sebuah desa. Namun, ia berhasil dibunuh oleh seorang pemuda yatim piatu dengan pedang sakti leluhurnya.
Untuk merayakan kemenangan melawan iblis, warga desa kemudian memberikan amplop merah sebagai tanda terima kasih. Meskipun waktu itu isinya bukan uang, tetapi warna merah dipilih karena diyakini membawa keberuntungan dan mampu menghindari roh jahat.
Seiring waktu berjalan, konsep ini mulai ditinggalkan. Sui Qian digantikan dengan amplop kertas berwarna merah.
Masih dari Dinasti Qin, asal kisah Sui Qian ini juga memiliki versi yang berbeda. Konon Sui Qian ini jamak diartikan sebagai koin pengusir setan. Menurut cerita, dulunya ada seorang iblis jahat yang bernama Sui. Konon anak-anak yang kepalanya disentuh oleh Sui, akan jatuh sakit dan meninggal dunia.
Akhirnya para orangtua akan terjaga sepanjang malam untuk melindungi anak-anaknya dari Sui. Setiap hari mereka berdoa meminta pertolongan dari surga agar anaknya terhindar dari sakit dan panjang umur.
Akhirnya seorang peri menjelma menjadi delapan koin yang berada dalam amplop merah untuk mengelabui iblis. Amplop tersebut harus diletakkan di bawah bantal, sehingga bila iblis datang mengancam, ia akan memancarkan sinarnya yang terang. Apalagi kalau bukan untuk mengusir Sui yang doyang anak-anak.
Kisah itu dengan cepat menyebar ke seantero desa. Keharusan membungkus koin dengan kertas merah untuk melindungi anak-anak pun dimulai. Namun, seiring waktu berjalan, roh jahat tidak pernah muncul lagi. Tapi, tradisi ini terus berlanjut dan berganti makna.
Beberapa aturan yang penulis catat adalah;
Pertama, jumlah uang tidak boleh bernilai ganjil, sebab ganjil identik dengan unsur "Yin" dalam Filsafat "Yin-yang" yang mewakili unsur alam baka atau orang yang sudah meninggal.
Kedua, jumlahnya atau lembaran uangnya tidak bisa berjumlah empat, karena sehubungan dengan lafal fonetik bahasa mandarin yang berarti "she," atau "shi" yang secara harafiah mirip dengan kata "mati."
Ketiga, angpao tidak bisa diberikan dalam suasana hati yang susah. Karena sebuah keberuntungan harusnya diberikan dengan kebahagiaan. Jangan pernah sesekali menggerutu atau memarahi sambil memberikan angpao.
Sebenanrnya jika diurut, masih banyak lagi aturan-aturan lain yang akhirnya membuat proses pemberian angpao itu menjadi semacam ritual kecil. Tapi, yang terpenting bagi penulis memberi dan menerima angapo adalah proses berbagi kebahagiaan.
Menurut Azmi, angpao yang diartikan sebagai doa dan harapan pemberi kepada penerimanya, sangat kental dengan tradisi imlek. Hal yang wajib dilakukan oleh orangtua kepada anak-anaknya.
"Enggak sah kalau enggak berbarengan dengan pemberian angpao. Biasanya dari orangtua ke anak, atau untuk mereka yang jomlo, biar sejahtera dan cepat dapat jodoh, biar sehat dan segala macam," pungkas Azmi.
Azmi juga mengatakan bahwa tradisi angpao tidak jauh berbeda dengan tradisi Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, angpao juga dapat diberikan saat momen ulangtahun atau acara pernikahan. Lebih jauh lagi, ada juga yang memberikannya sebagai bonus kepada karyawan, atau apresiasi kepada sahabat yang telah berjasa.
Tapi, ingat. Jangan sesekali mengidentikkan angpao dengan sogokan atau kegiatan pungli lainnya. Menurut tradisi Tionghoa, iblis Sui belumlah benar-benar musnah. Ia hanya menghilang seiring dengan kehadiran angpao.
Konon iblis Sui sangat senang dengan korupsi, sehingga ia bisa menjelma menjadi uang haram dan menghancurkan hidup para koruptor.
Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H