Tapi, jangan kira Charlie hanya pasrah menerima pencalonannya. Sebagai Kepala Daerah, tentunya ia juga memiliki misi visi yang harus ditunjukkan kepada warga Whitehall. Dilansir dari KBTX-TV, ayah Charlie mengungkap jika moto Charlie adalah membuat Amerika menjadi baik lagi.
"Charlie mencintai orang-orang dari semua kecenderungan politik; Republik, Demokrat, Independen. Terlepas dari latar belakang siapa pun, dia mencintai mereka dan kami berharap dia bisa menjadi pemersatu di negara kita," kata Chad, ayah Charlie.
Charlie yang malang juga tidak bisa hanya bisa berleha-leha minum susu. Layaknya walikota, ia punya setumpuk tugas untuk dijalankan, yaitu mendengarkan keluhan-keluhan masyarakat setempat dan melayani mereka. Ia harus mewujudkan cita-citanya untuk menjadikan "Make America Kind Again,"Â seperti yang ia janjikan dalam kampanye, "membuat Amerika menjadi baik kembali."
Ia bahkan melakukan kunjungan kerja politik ke Washington D.C., bersama anggota kongres dan senator lokal.
Charlie terpilih sebagai walikota kehormatan untuk periode satu tahun. Ini berarti saat tulisan ini dibuat, ia telah lengser. Masa pandemi menandai waktunya menjabat. Entah apa yang ia lakukan, tapi Amerika telah menjadi lebih baik tatkala seorang bayi berusia 7 bulan mulai menangis akibat popoknya yang penuh pipis.
Bisa saja ide ini mengilhami para pelaku politik di seluruh dunia, dan mungkin juga PKB di Indonesia. Raffi dan Agnes jelas bukan bayi berusia 7 bulan, tapi mereka punya kemiripan. Pipinya sama-sama enak dicubit, ini kata emak-emak.
Lebih lanjut, Luqman mengatakan kajiannya mengusung Raffi dan Agnes masih bersifat internal. Sejumlah kader lainnya juga telah dipersiapkan. PKB ingin melihat respons masyarakat terkait kajian internal ini.
Jadi, mengacu kepada kejadian pemilihan walikota Mcmillan, maka seharusnya Raffi bisa terpilih, meski ia masih ngompol. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia politik, bukan?
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS