Fangsheng atau lepas satwa adalah salah satu tradisi Tionghoa. Lazim dilakukan menjelang hari raya Imlek, atau hari besar lainnya.
Bagi kebanyakan warga Tionghoa, melepas satwa identik dengan melepaskan "kesialan." Setiap satwa yang dilepaskan memiliki arti tolak balanya masing-masing, seperti;
Melepas burung agar terlepas dari masalah. Layaknya bebas keluar dari kurungan. Melepas kura kura dianggap dapat menolak kesehatan yang buruk. Terkait dengan usia kura-kura yang panjang.
Oleh sebab itu, perayaan Imlek dianggap sebagai waktu yang tepat untuk melepaskan seluruh hal buruk yang masih tersisa dari tahun sebelumnya. Sembari berharap hal baik berdatangan pada tahun baru.
Tidaklah salah, pikiran baik pantas dikembangkan pada hari yang bahagia, agar energi positif senantiasa menghampiri. Bukankah pikiran positif akan mengundang hal yang positif juga.
Yang tidak bagus adalah pikiran yang positif berubah menjadi sebuah harapan yang besar. Mengeluarkan uang, membeli satwa dipasar, melepaskannya, dan menunggu nasib baik datang dengan sendiri.
Jika pemahaman dilakukan setengah hati, hal positif akan berubah menjadi ketamakan yang berujung pada kekecewaan. Jika kekecewaan muncul, maka seluruh permasalahan akan mengikuti.
Tradisi Fangsheng kemudian dijadikan seremoni akbar. Titik beratnya berada pada jumlah satwa yang dilepaskan dan harga yang dibayarkan. Doa-doa suci dilantunkan, dupa berton-ton dinyalakan, dan media pun diundang.
Untuk mendapatkan jumlah satwa yang banyak, dimintalah para pedagang satwa menyiapkannya. Para pedagang pun meminta bantuan pemburu untuk menangkapnya. Menangkap satwa untuk dilepaskan kembali. Sebuah ironi yang Miris.