Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gus Dur, Imlek, dan Semangat Kebangsaan Non Rasial

12 Februari 2021   07:51 Diperbarui: 12 Februari 2021   07:52 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Budi S Tanuwibowo (sumber: beritasatu.com)

Said Aqil bercerita, Raden Patah memiliki anak bernama Raden Rachmat Sunan Ampel. Salah satu keturunannya adalah KH Hasyim As'ari yang selanjutnya memiliki anak bernama KH Wahid Hasyim. Wahid Hasyim pun memiliki anak bernama Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

"Jadi Gus Dur itu Tionghoa, makanya matanya sipit." Ujar Said Aqil sambal tersenyum.

Mengulangi perkataan Gus Dur bahwa, "Takada konsep keturunan masyarakat asli. Pada dasarnya bangsa Indonesia dibentuk oleh tiga ras, yakni Melayu, Astro-melanesia, dan Cina," maka sebenarnya darah setiap Bangsa Indonesia pada akhirnya adalah pencampuran dari ketiga ras tersebut.

Bapak Tionghoa Indonesia

Gus Dur mendapatkan gelar sebagai "Bapak Tionghoa Indonesia" pada tanggal 10 Maret 2004 silam dari kelenteng Tay Kek Sie, Semarang. Pada saat penobatan, Gus Dur hadir mengenakan baju Cheong Sam.

Gelar tersebut bukan didasarkan karena kebijakannya saja, tetapi juga pemikiran dan nilai pluralisme yang beliau anut. Hingga kapan pun Gus Dur akan selalu dikenang sebagai tokoh pluralisme yang memperjuangkan kesetaraan bagi seluruh Bangsa Indonesia.

Ilustrasi (sumber: ngopibareng.id)
Ilustrasi (sumber: ngopibareng.id)

Wasana Kata

Banyak yang bertanya kepada penulis, apakah kamu menyesal pernah hidup di zaman orde baru yang penuh dengan perlakuan diskriminatif?

Penulis menjawab, sejarah bangsa ini tidak bisa dirubah. Olehnya tidak boleh ada yang harus disesalkan. Orang bijak akan melihat bagaimana masa depan dibentuk dari apa yang dilakukan sekarang. Masa lalu hanyalah pelajaran.

Namun, dari lubuk hati yang terdalam, penulis juga harus mengakui bahwa apa yang terjadi pada periode 1966-1998 bukanlah sesuatu yang seluruhnya buruk. Dengan indoktrinasi sistematis yang dilakukan Soeharto, warga Tionghoa telah mengalami asimilasi budaya yang hasilnya dapat terlihat sekarang.

Penulis sering menyampaikan kepada kawan-kawan keturunan Tionghoa dari Malaysia.

"Tionghoa Indonesia itu keren lho. Takada satu pun yang tidak memiliki nama Indonesia dan takada seorang pun yang tidak fasih berbahasa Indonesia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun