Setiap orang tentu ingin anaknya mandiri, dan setiap orang tentu punya cara untuk melatih kemandirian bagi anaknya.
Sewaktu penulis kecil dulu jaga toko adalah kemandirian. Bagi mama, lelaki harus bisa bekerja menjaga toko. Berasal dari keluarga pengusaha, tentu cita-cita ayah bunda tidak jauh-jauh juga dari dunia dagang.
Sementara bagi penulis sendiri, aturan yang sedikit lebih bebas diterapkan kepada anak-anak. Bagi penulis, anak yang mandiri harus bisa "keluar dari rumah"Â dan melakukan aktivitas tanpa bantuan langsung orang tua.
Bersekolah di luar kota kelahiran adalah waktu yang paling tepat. Jauh dari rumah dan tidak bisa cengeng.
Kemandirian memang adalah hal yang mutlak. Meskipun mahluk sosial, manusia juga harus memahami batasan antara kapan meminta bantuan orang lain dan kapan berusaha sendiri.
Seorang sahabat pernah membandingkan anak-anak zaman kolonial dan milenial. Â Menurutnya, anak-anak sekarang jauh lebih rapuh. Sebabnya ia membandingkan dengan kegiatannya sewaktu kecil.
"Dulu kita udah mencuci baju sendiri, bersepeda ke sekolah, bahkan tidak perlu lagi disuruh belajar."
Menurut penulis sih, ada benar dan ada tidaknya juga. Zaman telah berubah, di mana unsur kemandirian tidak lagi sama. Mungkin saja orangtua pernah mengalami susahnya hidup, sehingga tidak ingin anaknya mengalami hal yang sama.
Kalau dulu tidak ada asisten rumah tangga, sekarang baby sitter sudah ada sejak orok. Perubahan ekonomi menciptakan perubahan pola hidup dari dua generasi yang berbeda.
Selain itu, faktor sosial dan lingkungan juga mempengaruhi. Kalau dulu harus naik sepeda ke sekolah, bisa saja karena faktor infrastruktur yang belum memadai. Coba lihat di zaman now, tidak ada becak, ojol pun jadi. Semuanya hanya lewat sentuhan jari.