Orgasme adalah "puncak kenikmatan seksual, khususnya dialami pada akhir sanggama"Â (KBBI).
Sementara kompas.com mengutip;Â
"Orgasme secara luas diartikan sebagai puncak dari gairah seksual. Ini adalah perasaan kuat atas kenikmatan fisik dan sensasi, yang meliputi pelepasan ketegangan erotis yang terakumulasi."
Ditilik dari sisi mana pun, orgasme tidak ada hubungannya dengan literasi. Semuanya seks melulu. Tapi bukan namanya penulis jika imajinasi tidak berevolusi.
Untungnya dalam ilmu bahasa dikenal istilah metafora, alias pemakaian kata atau kelompok kata yang bukan dengan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.
Pada saat Daeng Khrisna berkata, "Aku sedang berenang-renang di telaga bening matamu," ia tidak sedang mengenakan daleman. Pada saat Engkong Felix menyatakan "Diari itu candu," ia tidak sedang menghisap opium.
Wajarlah pada saat judul ini aku ulik, diriku sedang tidak dalam posisi 69. Hanya kamu, kamu, dan kamu sajalah yang tahu bahwa semuanya akan ada waktunya.
Literasi orgasme adalah sebuah ide yang aku buat untuk memenuhi hasratku sebagai penulis dan ahli Kamasutra dari negeri antah berantah (meminjam istilah Mba Anis Hidayatie).
Sebabnya, jika aku menuliskan gaya literasi yang umum, maka aku akan merebut lapak Daeng KP, Bli Ketut Suweca, Mas Himam Miladi, hingga Romo Bobby yang sudah lebih senior dari diriku. Malu aku!
Tapi, terimalah fakta bahwa orgasme itu memang menyenangkan. Tidak perlu pakai pengalaman, membacanya saja sudah bikin gregetan.
**
Semuanya berawal dari banyaknya keluhan tentang kebosanan menulis di Kompasiana. Berbagai alasan diutarakan karena kurangnya penghargaan atas karya literasi.
Para ahli pun mengutarakan idenya. Mulai dari menulis saja tanpa mengharapkan apa-apa, hingga manfaat menulis yang lebih banyak dari sekedar label.
Menulis memang mengasyikkan, proses bisa dinikmati, dan hasil akan teraktualisasi. Namun, sayangnya banyak yang salah paham. Menulis dianggap sebagai biang keladi terkurasnya pikiran dan terbuangnya waktu.
Coba kalau seks, proses enak dilakoni dan hasil akan teramini. Tidak ada yang berani mengatakan "buang-buang waktu dan tenaga saja."
Jadi buat kalian yang sedang tidak semangat menulis, janganlah meringis. Marilah kita berimajinasi bahwa membuat karya literasi sama dengan proses bercinta yang selalu bikin candu. Â
Jadikanlah menulis sebagai proses bercinta, dan capailah orgasme literasimu.
Mulai dari Renjanamu
Setiap orang tentu memiliki pria atau wanita idaman. Wajah boleh cantik bak dewi, pinggul boleh bahenol bak biola, dada boleh selebar lapangan sepak bola, tapi seks yang terindah adalah dengan pasangan hati.
Setiap orang memiliki renjananya sendiri, ada yang suka bercumbu dengan puisi, ada juga yang suka menggauli pemain sepak bola, ada yang suka bersenggama dengan opini politikus.
Apa pun itu, jika itu bukan "passionmu," maka Anda belum menemukan pasangan sejati. Sangat penting untuk menentukan pasangan seks yang seperti apa yang kamu inginkan. Dengannya, kamu bisa melakukan apa saja dan di mana saja.
Foreplay itu Penting
Agar seks puas, foreplay perlu diperbanyak. Agar tulisan bernas, membaca perlu diperbanyak. Banyak cara menuju "syurrga." Foreplay dilakukan agar tilikanmu akan terasa cadasnya. Jangan pernah ragu menambah ilmu dari bacaan, terutama yang berhubungan dengan topik yang ingin kamu tulis.
Seks yang tepat adalah yang tidak terburu-buru. Hasil yang "ngecrot" semata akan ditertawai banyak orang. Ingat, seks cepat (quickie), hanya akan meninggalkan bekas di bokong, bukan di hati. Â Â
Ukuran Kelamin bukan segalanya
Ide bahwa ukuran penis akan membantu orgasme tidaklah sepenuhnya benar. Penis yang besar bukan jaminan kepuasan seksual. Ukuran penis normal relatif berhubungan dengan ukuran pinggul wanita dari ras yang sama. Jika disebutkan bahwa wanita suka dengan ukuran panjang ala bule, itu bohong. Sebabnya ukuran yang terlalu besar tidak akan terasa nyaman.
Dalam literasi, hal ini bisa diartikan bahwa menulis tidak perlu gagah-gagahan. Tidak perlu menonjolkan besarnya ukuran kepalamu dengan menelurkan teori-teori bombastis yang tidak bisa dipahami.
Seks adalah masalah cinta, biarkanlah ia mengalir laksana peluh yang tak tertahankan. Begitu pula dengan menulis, biarkan ide mengalir dengan normal dan niscaya proses literasi akan menjadi lebih natural.
Tidak Perlu Bantuan Obat Perangsang
Di pasaran banyak jenis yang tersedia. Mulai dari durabilitas, durasitas, hingga nekat-tilitas. Jika Anda termasuk salah satu yang mengkonsumsinya, maka Anda dalam masalah besar.
Percayalah, pasangan Anda tidak suka dengan dirimu yang berpura-pura. Untuk apa kelihatan perkasa, tapi bukan produk asli dari dalam dirimu. Tapi, namanya juga manusia. Saking tidak pedenya, hingga suplemen pun laku di pasaran.
Dalam literasi, meminum obat kuat tiada bedanya dengan plagiat, alias mengambil karya orang lain untuk tampil gagah. Jangankan perkasa, dirimu pun akan tercoreng sebagai manusia besar syahwat kecil aurat.
Lebih bagus memelihara hasil karyamu, meskipun ia tidak sehebat bintang porno. Kalaupun tidak dibaca oleh banyak orang, anggap saja dirimu sedang mengalami ejakulasi dini.
Ohya, ejakulasi dini bisa diobati lho. Caranya adalah dengan menemukan kesabaran dalam dirimu.
Melakukan Seks yang Bervariasi
Jika jam terbangmu sudah menyamai burung perkutut, mengulik hal-hal yang berbeda boleh juga diturut. Sesekali bisa saja pindah ke lain hati. Variasi diperlukan untuk menikmati proses yang berbeda. Tapi jangan paksakan, jika kamu tidak menyenanginya kamu bisa saja terjebak berjam-jam di depan gawai tanpa melakukan apa-apa.
Seks yang bervariasi itu sangat perlu untuk menghela rasa bosan. Pada dasarnya manusia adalah mahluk penggemar keragaman. Ayam goreng kesukaan pun akan terasa "nek' jika tiap hari disantap.
Pun halnya dengan literasi, meskipun Anda adalah penggemar ayam, tetapi tidak semua harus goreng dihidangkan. Ayam bakar, ayam panggang, ayam betutu, hingga ayam kampung pun akan menjadi menarik bila dikemas rapi.
Puaskan Pasanganmu
Kamu bisa saja saja menikmati seluru proses berhubungan badan, tapi jika pasanganmu dibiarkan terkeluai sambil mengupil, maka itu namanya masturbasi.
Seorang ahli Kamasutra tidak hanya tahu tentang teori. Ia juga jago praktek. Cara yang terbaik tentu melalui jam terbang. Menulis satu dua artikel yang "peang," jangan lantas membuat kamu trauma seperti orang yang habis ditelanjangi.
Kegigihan diperlukan di sini. Ingatlah bahwa jomlo akan hebat pada waktunya. Perjaka pun akan menemukan sarangnya. Konsisten menulis adalah cara terbaik untuk menjadi penulis yang hebat. Kalau pun tidak dibaca banyak orang, anggap saja bahwa Anda sedang menonton film bokep sebagai persiapan bagi malam pertamamu.
Lagipula menurut survei yang dikutip dari kompas.com, orgasme sangat berhubungan dengan usia. Katanya sih semakin berumur seseorang, kualitas dan frekuensi orgasme juga akan meningkat. Dengan kata lain, jam terbang gak bo'ong.
Orgasme Tidak Hanya Melalui Persenggamaan
Nyatanya hanya 30% wanita yang berhasil merasakan orgasme dengan senggama. Sisanya menemukan caranya sendiri melalui proses rangsangan bervariasi pada tubuhnya.
Seorang penulis harus menyadari bahwa tidak semua tulisannya bisa memuaskan semua orang. Tulisan yang bagus kadang dinilai receh, tulisan ecek kadang disambut serius. Orgasme tidak harus melalui hasil tulisan, proses menulis adalah rangsangan bagi diri untuk mencapai kepuasan sejati.
Selain itu banyak yang menyangka bahwa orgasme selalu bisa disadari. Tanda-tanda penyerta seperti napas yang tersengal-sengal, suara, atau gerakan tubuh kadang tidak timbul. Mengalami orgasme yang sesungguhnya adalah munculnya perasaan nyaman dan rileks yang hanya dapat dirasakan oleh pribadi masing-masing.
Kepuasan Seks Bukan Tanggung Jawab Pasangan
Katanya jika wanita tidak orgasme, maka itu adalah kesalahan lakinya. Katanya juga lelaki yang tidak bergairah, karena wanitanya tidak cukup seksi. Omong kosong! Yang bertanggung jawab terhadap kepuasaan seks yang hebat hanyalah dirimu sendiri.
Dengan kata lain, jika kita sudah membuat karya literasi, maka kepuasan hanya bergantung dari isi hati kita. Untuk itu, buatlah karya tulis yang bagus yang berawal dari hati.
Jika pada akhirnya hasilnya tidak langsung mendapatkan respon yang memuaskan, janganlah dulu terlalu kecewa. Cobalah lihat artikelmu yang usianya sudah lebih dari setahun di Kompasiana. Kamu akan sangat terkejut melihat jumlah pembacanya.
**
Pada akhirnya hubungan seksual bukan hanya mencapai orgasme. Harus diakui bahwa orgasme adalah hal yang sulit dipahami. Ia lebih dari hanya sekedar erangan erotis, wajah melankolis atau gerakan anarkis. Cinta dan kasih sayang yang dirasakan melebihi segalanya.
Kesetiaan pada literasi alias konsistensi dalam menulis adalah orgasme literasi yang sesungguhnya. Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H