Hai Milenial, jangan kira hanya kalian yang tahu main gim. Video gim itu sudah ada sejak zaman bapakmu.
Penulis adalah salah satu korbannya. Tapi tentunya apa yang dimaksud dengan video gim dulu dan sekarang itu beda. Zaman dulu video gim lebih "manusiawi."
Bukan maksud menghina gim zaman sekarang yang tidak berperikemanusiaan, tetapi sebagai level kolonial, tentunya penulis wajib mempromosikan zaman bapakmu, bukan?
Jangan bayangkan super mario bros pada konsol Nintendo. Jangan pula bayangkan gim Street Fighter atau Mortal Kombat yang jadul. Maksud penulis, jauh lebih lama dari itu.
"Pong" diambil dari nama populer tennis meja, yaitu Ping-Pong. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa "Pong" berasal dari satu-satunya suara yang dihasilkan oleh gim ini.
Pong tampil dengan dua dimensi sederhana yang menyimulasikan olahraga tennis meja. Pemain mengendalikan "bat" untuk memukul "bola," yang digerakkan secara vertikal. Permainan ini melibatkan dua pemain yang berada di sisi kiri dan kanan layar.
Kedua pemain ini akan memainkan "bola" yang bergerak di layar. Setiap pemain akan mendapatkan poin jika lawannya tidak bisa lagi mengembalikan "bola." Siapa yang pertama kali meraih angka 11 poin, maka ialah pemenang.
Di zaman sekarang, permainan ini masih bisa diunduh melalui aplikasi pada gawai Anda. Namun, tetap saja keseruannya tidak akan bisa menyaingi.
Milenial bisa tertawa, tapi gim di zaman bapakmu kerennya tidak seperti yang kamu sangka. Milenial bisa saja tertawa, tapi gim di zaman bapakmu bawaannya lebih seru. Ingat ya, ini zaman bapakmu, dimana listrik saja masih langka saat itu.
Pong akhirnya muncul dalam versi konsol. Mendapat mainan konsol Atari untuk pertama kali, penulis senangnya minta ampun. Bukan hanya Pong, tapi juga beragam gim lainnya seperti Space Invaders, Donkey Kong, Tank, Pac-Man, dan masih banyak lagi, juga bisa dinikmati.
"Orang yang memainkan permainan interaktif, terutama video game, permainan peran meja, dan permainan kartu berbasis keterampilan, dan yang biasanya bermain untuk jangka waktu yang lama."
Dengan istilah ini, tentu saja gamer ini tidak ada di zaman bapakmu. Perkaranya cukup sederhana, tidak ada internet. Tapi, tunggu dulu. Gamer itu hanyalah sebuah istilah.
Sepanjang bapakmu pernah bermain gim, maka dia adalah gamer. Namun, menjadi gamer di zaman bapakmu, tidak sama dengan gamer yang kamu pahami sekarang.
Gamer Zaman Bapakmu Lebih Disiplin
Kalau bukan hari libur, tidak bisa main. Eyang pandai menyembunyikan konsol yang bisa jadi "racun" malas belajar. Hanya bisa dimainkan di hari minggu pagi. Itu pun harus berebutan tipi dengan emak yang suka nonton Ria Jenaka.
Gamer Zaman Bapakmu Tidak Ribet
Gamer Zaman Bapakmu Tidak Dibully
Gamer Zaman Bapakmu Tidak Terbawa Mimpi
Tidak perlu pikirin cara menyelesaikan misi yang bikin kamu frustasi. Misinya hanya sebatas mata yang meredup. Tidak perlu "cheat" untuk jadi jagoan. Cukup banyak berlatih, kamu akan dipuja sang kembang desa.
Gamer Zaman Bapakmu Tidak Pakai Lama
Dengan harga 15.000 rupiah zaman dulu, tinggal masukkan kaset (cartridge) dan langsung masuk menu. Bapakmu tidak mengenal istilah "instal" seperti apa yang kamu pahami. Kata Eyang, "waktumu hanya sejam bermain gim."Â
Gamer Zaman Bapakmu Tidak Perlu Beli Barang di Supermarket
Gamer Zaman Bapakmu Tidak Main dengan Hantu
Inilah 7 kelebihan menjadi gamer di zaman bapakmu.
Masih mau tertawa? Pikirkan dulu matang-matang, karena bapakmu tidak pernah pernah mengeluh.
Masih mau bilang jadul? Ingat ya, bapakmu itu selalu bahagia dengan segala keterbatasan yang ada. Termasuk membesarkanmu.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H