Salah satu yang kubanggakan dari kota kelahiranku adalah kulinernya. Siapa saja yang datang ke Makassar, pasti akan mencoba beragam rasa yang terpampang di setiap sudut kota.
Pun halnya dengan para perantau yang berjibaku mencari sesuap nasi di negeri seberang. Kalau pulang kampung, sudah pasti wajib makang-makang. Â
Sebagai mantan perantau, aku sadari betul bagaimana tersiksanya hidup dalam balutan rindu. Makanan khas kota Daeng. Coto Makassar, Palu Basa, Sop Konro, Ikang Bakar, dan ilustrasi lainnya dijamin bisa bikin Daeng Khrisna tidak tidur 3 hari 3 malam.
Ya, sobatku yang satu ini selalu menjadi korban perundunganku. Kalau Engkong Felix suka mencari kebahagiaan di tengah kesalahan orang lain. Saya sendiri memilih mencari penderitaan orang lain di tengah rasa rindunya yang membuncah.
Semacam pesan agar ia harus selalu mengingat kampung halamannya. Semacam ekspresi agar ia tahu bahwa kota kelahirannya takada duanya. Semacam ilustrasi agar ia tahu kalau makanan Makassar itu tak tergantikan.
Mungkin banyak yang masih berpikir bahwa orang Makassar itu kasar-kasar. Meski jelas halu, tapi stereotip ini masih berlaku.
"Saudara saja dijadikan Sop."
Ini adalah candaan yang sering aku dengar dari para sahabat yang diajak berkuliner ria di kota Makassar. Sop Saudara Namanya. Salah satu makanan favoritku yang tak tergantikan oleh apa pun.
Bagi yang belum pernah mencoba makanan ini, aku akan mengajak Anda untuk berimajinasi, betapa lezatnya masakan yang satu ini.
Hidangan ini merupakan kuah yang berisikan daging sapi, bihun, dan perkedel kentang yang disajikan dengan sepiring nasi. Sepintas modelnya mirip dengan Coto Makassar, tetapi berbeda.
Aroma khas bumbu rempah akan segera membuatmu lapar. Wangi daun kemangi memicu air liur meluber. Perasaan semakin menggila tatkala kuah panas disruput perlahan ke dalam mulut.