Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramalan Swawujud, Sikap Rasialis Berawal dari "Keinginan" Suami Berselingkuh

24 Desember 2020   14:58 Diperbarui: 24 Desember 2020   14:59 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robert Merton (sumber: wikipedia)

Mawar, seorang ibu rumah tangga berusia 40 tahun. Ia merasa memiliki kemampuan cenayang sejak kecil. Pasalnya, apapun yang ia pikirkan, selalu menjadi kenyataan.

Ramalan terakhirnya adalah tentang suaminya, Arjuna, yang berselingkuh dengan teman sekantor. Melati namanya. Sejak pertemuan pertama pada sebuah pesta yang diselenggarakan oleh kantor suaminya, Mawar sudah memiliki firasat yang kurang bagus terhadap Melati.

Melati adalah seorang wanita berusia 30 tahun. Orangnya cantik, supel dan menarik. Ia merupakan asisten Arjuna di bagian pemasaran. Meskipun selama ini tidak ada bukti yang mendukung teorinya tentang perselingkuhan Arjuna, Mawar selalu menaruh rasa curiga.

Ada saja hal yang ia lakukan untuk mengorek keterangan tentang hubungan Arjuna dengan Melati. Arjuna yang merasa tidak bersalah, mencoba menjelaskan dengan baik kepada Mawar. Hubungan mereka tidak lebih hanya sebatas masalah pekerjaan.

Tapi Mawar tidak pernah puas, dan selalu yakin bahwa dirinya benar tentang Arjuna. Syahdan, rumah tangga yang sedianya harmonis, kini berubah menjadi neraka. Menurut Mawar, semuanya karena kesalahan suaminya yang tidak lagi setia.

Hingga suatu waktu, ia menemukan sebuah pesan dari Melati pada gawai Arjuna.

"Yang tabah ya, mas. Melati selalu siap mendampingimu."

Terkonfirmasi! Suaminya berselingkuh dengan Melati. Mawar kemudian bercerai dengan Arjuna.

Apakah keyakinan Mawar bahwa dirinya memiliki kemampuan cenayang adalah betul? Sebelum kita lanjutkan, ada bagusnya kita mulai bertanya kepada diri kita sendiri.

Pernahkah kamu merasakan sebuah situasi dimana kamu merasa tepat dengan ramalanmu? Kamu mungkin tidak percaya jika dirimu memiliki kemampuan cenayang, tapi apa yang kamu pikirkan jadi kenyataan!

Contoh sederhana, kamu bangun pagi dengan sebuah firasat. Hari ini adalah hari yang buruk. Ramalan kamu menjadi kenyataan! Sebabnya, apa pun yang kamu rasakan, hadapi, temui, semuanya sudah terprogram menjadi sebuah keyakinan. Hari buruk kamu tidak berasal dari sekitarmu, namun dari sikapmu yang berlebihan.  

Permasalahan terbesar dari mereka yang mengalami hal ini adalah merasa yakin dengan firasatnya. Walhasil, mereka tidak pernah menyadari bahwa sikap dirinyalah yang sebenarnya membuat ramalan tersebut menjadi kenyataan.  

Ketika keyakinan dan harapan kita telah mempengaruhi alam bawah sadar, maka kita cenderung bertindak menjadikan sebuah kenyataan di masa depan. Fenomena ini disebut dengan Ramalan Swawujud atau Self-fulfilling Prophecy.

Ramalan Swawujud dalam Budaya dan Literasi

Fenomena ini bukan teori psikologi modern. Jauh sebelum kata modern dikenal, Ramalan Swawujud sudah dikisahkan pada literasi Yunani kuno mengenai Oedipus.

Dalam kisah tersebut, Laius ayah Oedipus sudah memiliki firasat bahwa ia akan mati di tangan anaknya. Untuk mencegah ramalannya menjadi kenyataan, ia kemudian membuang Oedipus ke tengah hutan belantara.

Oedipus kemudian ditemukan dan diadopsi oleh orangtua barunya. Suatu hari, Oedipus juga mendapatkan ramalan yang sama, bahwa ia ditakdirkan untuk membunuh ayahnya dan menikahi ibunya yang janda. Oedipus tentunya tidak ingin ramalan ini menjadi kenyataan, dan memutuskan untuk pergi meninggalkan kedua orangtua angkatnya.

Dalam perantauan, Oedipus bercekcok dengan seorang lelaki yang tak dikenal. Mereka kemudian bertarung dan Oedipus berhasil membunuh sang lelaki. Merasa kasihan dengan istri yang ditinggalkan, ia kemudian mengawini jandanya. Terakhir ia baru mengetahui bahwa pria yang ia bunuh adalah ayah kandungnya, dan istri barunya adalah ibunya.

Ramalan Swawujud dalam Psikologi dan Medis

Kisah ini menggambarkan penerapan tertua dari fenomena Ramalan Swawujud dalam bentuk literasi, yang kemudian diadopsi menjadi sebuah teori psikologi. Para psikolog meyakini bahwa implikasi yang kuat terhadap keyakinan dan harapan tentang masa depan, akan menjadi kenyataan, meskipun kita tidak menyadarinya.

Dalam dunia medis, bentuk Ramalan Swawujud juga dikenal sebagai perawatan efek plasebo. Efek plasebo adalah terapi medis asli, tapi tidak menggunakan bahan aktif yang terbukti mampu mengobati penyakit tersebut. Efek kesembuhan dari pasien berasal dari keyakinan terhadap proses perawatan, bukan obat penyembuhan.

Ramalan Swawujud dalam Sosiologi

Adalah Robert Merton (1910-2003), seorang sosiolog asal Amerika Serikat (AS), yang memperkenalkan teori Ramalan Swawujud dalam perspektif sosiologi. Menurutnya, Ramalan Swawujud adalah;

"A false definition of the situation evoking a new behavior which makes the originally false conception come true" (Merton, 1968, p. 477).

"Peneliaian (defenisi) yang salah terhadap sebuah situasi yang menimbulkan perilaku baru dan membuat rancangan yang awalnya salah menjadi benar."

Dengan kata lain, Merton mengatakan bahwa seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat, pada dasarnya tidak bisa membedakan bahwa kejadian yang diprediksi, sebenarnya merupakan keinginan dirinya sendiri.

Robert Merton (sumber: wikipedia)
Robert Merton (sumber: wikipedia)
Kejadian yang seolah-olah terjadi begitu saja, sebenarnya sudah dirancang di alam bawah sadar, sehingga seluruh motivasi dan aksi yang ditempuh dengan sendirinya mengarah ke apa yang diyakini.

Keyakinan ini dapat mepengaruhi proses intrapersonal yang berhubungan dengan bagaimana dirinya berperilaku, dan juga proses interpersonal, yaitu bagaimana perilakunya bisa mempengaruhi sikap orang lain.

Kisah pada awal cerita mengenai Arjuna, Mawar dan Melati merefleksikan hal ini.

Arjuna tidak berselingkuh. Memang ia memiliki kedekatan hubungan dengan Melati, namun semuanya hanya sebatas pekerjaan. Mawar yang merasa yakin dengan prediksinya, kemudian membentuk semacam kondisi intra dan interpersonal terhadap dirinya, Arjuna, dan Melati.

Kedekatan Arjuna dengan Melati, dipicu oleh tuduhan-tuduhan tak beralasan dari Mawar. Merasa berada di perahu yang sama, sang suami kemudian memulai hubungan yang lebih dalam. Ia curhat tentang masalah rumah tangganya kepada Melati. Hingga timbullah pesan dari Melati yang dibaca oleh Mawar. Pesan tersebut tidak lain hanya merupakan dukungan moril kepada Arjuna.

Situasi semakin runyam, akibat tuduhan yang datang bertubi-tubi dari Mawar. Arjuna gerah, dan akhirnya memutuskan untuk menerima gugatan cerai dari Mawar. Merasa Melati sebagi kawan wanita yang paling memahami kondisi rumah tangganya, Arjuna kemudian memutuskan untuk melanjutkan hubungan dengan Melati, setelah kegagalannya dalam membina bahtera rumah tangga dengan Mawar.

Ramalan Swawujud dalam Konteks Diskriminasi

Ramalan Swawujud dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Namun, hal yang paling menarik perhatian Merton adalah bagaimana fenomena ini berada pada sikap diskriminasi dan rasialisme masyarakat.

Merton mengatakan bahwa pada umumnya, orang yang rasialis selalu memperlakukan orang dari ras yang berbeda dengan sikap yang sudah tertanam di kepalanya. Mereka akan menjaga jarak, tidak berbicara, bahkan sampai ke sikap yang lebih parah, yaitu mengucapkan ujaran kebencian.

Apa pun yang muncul di kepala mereka, semuanya adalah hal negatif tentang warna kulit berbeda.

Tidak mengherankan jika sikap ini berkembang dalam sebuah grup yang lebih besar, maka konfirmasi kebenaran tentang kejelekan ras berbeda, akan menjadi semakin benar.

Bagi minoritas yang merasa diperlakukan semena-mena, akan membentuk semacam perilaku untuk bertahan. Merasa tidak diterima oleh kelompok mayoritas, mereka kemudian membentuk kelompok kecil dengan asumsi yang sama seperti apa yang diyakini oleh mayoritas.  

Siklus Ramalan Swawujud

Pada dasarnya Ramalan Swawujud dapat memberikan pengaruh baik dan buruk terhadap diri seseorang. Kita akan cenderung berpikir, bertindak, dan bersikap berdasarkan apa yang kita yakini, terlepas dari apakah itu benar atau salah.

Secara bersamaan, aksi yang timbul dari keyakinan kita akan menimbulkan frekuensi yang sama bagi orang lain. Sikap balasan atau reaksi yang muncul dari orang lain, kemudian ditanggapi oleh diri kita dengan sebuah kebenaran.

Jika Ramalan Swawujud memberikan efek yang positif, maka seharusnya hal ini tidak menjadi sebuah masalah. Sayangnya, Ramalan Swawujud selalu mengerucut kepada rasa curiga, sikap pesimis, dan perasaan sok tahu yang berlebihan.

Dalam masyarakat proses ini akan terus berputar-putar, sehingga menimbulkan efek bola salju yang besar. (lihat gambar)

Siklus Ramalan Swawujud (sumber background: freepik.com)
Siklus Ramalan Swawujud (sumber background: freepik.com)

Bagan Ramalan Swawujud mengungkapkan empat proses yang berkesinambungan;

Pertama, kita berlabuh pada sebuah atau sederet keyakinan diri.

Kedua, Keyakinan ini mempengaruhi aksi kita kepada orang lain.

Ketiga, seluruh aksi yang muncul menimbulkan reaksi yang sama dari orang lain yang menerima perlakuan.   

Keempat, reaksi yang muncul berubah menjadi stimulus yang mengkonfirmasi keyakinan kita.

Dengan demikian, kita dapat melihat bagaimana sebuah keyakinan dalam diri dapat berubah menjadi sebuah hal yang sangat besar, bukan bagi diri kita sendiri saja, namun juga terhadap orang lain dan masyarakat luas.

Bagaimana menyikapinya?

Memulai dari diri sendiri. Jika kamu setuju dengan pernyataan bahwa individu adalah pusat semesta, maka itu benar adanya. Tindakan kecil kita bisa memberikan implikasi yang sangat besar bagi alam dan seluruh isinya.

Sejak zaman nenek moyang hingga kini, tidak bosan-bosannya kita mendengarkan nasehat untuk memulai dari diri kita, jika ingin dunia berubah. Ramalan Swawujud adalah salah satu fenomena yang terasa pas untuk menggambarkan hal ini.

Melihat Kebenaran

Apa sih sebenarnya arti dari kebenaran bagi Mawar? Apakah Arjuna selingkuh, atau memang Arjuna selingkuh? Setiap diri terdiri dari perspektif dan opini. Semuanya berasal dari pengalaman masa lalu yang dialami. Itulah kebenaran.

Tidak ada yang salah di sini, hanya sayangnya, 'Aku' yang melekat akan cenderung melihat kebenaran sebagai suatu kepentingan. Pahit bisa menjadi manis, jika 'Aku' menginginkannya. Arjuna selingkuh, jika 'Aku' mengatakan demikian. Itulah manusia.

Sesungguhnya, kebenaran sejati adalah segala sesuatu yang memang demikian adanya, dan bagaimana adanya. Bahwa malam ada bulan, bahwa salju itu dingin, bahwa menanam bibit jagung akan tumbuh jagung. Selebihnya hanyalah kebenaran semu.

Kebenaran semu adalah sesuatu yang seolah-olah benar, atau belum tentu benar. Sebagai manusia, hidup yang kita jalani adalah yang sekarang. Masa lalu hanyalah kenangan, meskipun ia bisa mendatangkan pengalaman. Masa depan hanyalah kekhwatiran, meskipun ia bisa menghadirkan harapan.

Untuk menyikapi fenomena Ramalan Swawujud, maka cara yang terbaik adalah berkonsentasi dengan kekinian. Hidup kita adalah pada saat ini, pada saat kita sedang berjalan, pada saat kita sedang berbicara, dan pada saat kita sedang bernafas.

'Kekinian' adalah penentu kehidupan kita selanjutnya.

Tidak perlu menyesali masa lalu, tidak usah khawatir dengan masa depan. Sadarilah setiap saat, bahwa masa sekarang adalah saat yang terbaik untuk menghadapi kenyataan dan meninggikan harapan.

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun