Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saya Korban Puber Kedua, Bagaimana dengan Kamu?

13 Desember 2020   14:01 Diperbarui: 14 Desember 2020   22:25 4384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Puber Kedua (sumber: addcounsel.com)

Bukannya curhat, saya adalah korban puber kedua. Ada dua fakta yang mendasar yaitu; 1) Saya pernah memasuki usia 40 tahun dan 2) Saya pernah dicurigai istri. Jangan tertawa dulu, semua lelaki yang memenuhi kedua syarat di atas adalah mereka yang sudah mengalami hal yang sama.

Memang puber kedua adalah momok bagi pasangan suami istri yang sah. Semua kasus perselingkuhan, mesti dilabeli dengan istilah ini. Itulah sebabnya mengapa mitos ini selalu menarik perhatian.

Tapi tunggu dulu, apakah puber kedua adalah mitos atau fakta?

Sebenarnya puber kedua atau krisis usia maya (midlife crisis) ini bukanlah istilah medis yang berhubungan dengan penyakit. Ia adalah sebuah istilah umum di masyarakat yang mengacu kepada kumpulan gejala perilaku yang cukup kompleks.

Memang tidak semua akan berujung kepada perselingkuhan. Untuk yang satu ini hanyalah mitos. Namun jika fakta gejala perubahan psikologis menjelang usia paruh waktu yang tidak disikapi dengan hati-hati, maka istilah medis "gangguan mental" bisa saja datang menghantui.  

Walaupun sama-sama menggunkan kata puber, puber kedua tidak bisa disamakan dengan puber pertama atau pubertas. 

Pubertas terjadi karena adanya kondisi perubahan hormon pada manusia. Perilaku baru terjadi akibat mulai mengenal lawan jenis kelamin, cinta, hingga seks.  

Tidak ada perubahan pada kondisi fisik yang disebabkan oleh hormon. Semuanya hanyalah di kepala. Penyebabnya adalah krisis psikologis dalam diri terhadap perubahan signifikan yang terjadi dalam hidup, seperti:

"Anak-anak sudah masuk kuliah."

"Sudah ada teman sekolah yang meninggal."

"Sebentar lagi akan punya cucu."

Selain daripada ini, masalah pencapaian juga sering datang menghantui. Apakah pencapaian selama ini sudah berada dalam bentuk titik kulminasi dalam? Atau apakah masih ada ambisi yang belum tercapai? Apapun itu, medio 40-an biasanya selalu membawa perasaan tidak puas.

Perasaan ini kemudian menimbulkan semacam evaluasi dalam diri sendiri. Berbagai pertanyaan kemudian datang menghampiri. Jawabannya hanya bermuara kepada satu sikap,

"Saya ingin berbeda, menjadi orang yang berbeda dari diriku sekarang."

Lantas apa saja hal yang umum terjadi pada krisis puber kedua?

Pria adalah tentang kesuksesan. Apa yang sudah dicapai harus terakreditasi. Menjadi genit dan centil adalah hal yang paling sering dituduhkan. Ada benarnya juga sih, mengingat budaya patriarki masih sangat umum terjadi. Kesuksesan kadang disematkan dengan penaklukan cinta.

Akan tetapi tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang arti kesuksesan. Pembuktian kesuksesan harus dilakukan dengan cara yang berbeda. 

Penobatan diri sebagai "raja" biasanya dilakukan dengan membeli mobil baru, berpenampilan lebih muda, meskipun ada juga yang tidak melakukan apa-apa.  

Puber Kedua juga Milik Wanita

Puber kedua tidak hanya tentang pria. Seorang wanita juga bisa mengalami hal yang sama, meskipun gejolak psikologisnya agak sedikit berbeda. 

Gejolak perasaan pada wanita lebih tertuju kepada kekhwatiran. Istilah lainnya tentang puber kedua wanita kadang juga disebut sebagai perimenopause.

Anak yang sudah beranjak dewasa mendatangkan perasaan tidak lagi dibutuhkan. Orangtua yang sudah renta atau mungkin sudah meninggal membuat kekhwatiran tidak ada lagi tempat berbagi. Wajah yang sudah mulai berkerut menimbulkan keraguan terhadap cinta suami.

Berbeda dengan pria, wanita pada periode ini juga ditandai dengan perubahan fisik. Perimenopause menandai turunnya produksi estrogen secara bertahap. 

Periode tersebut akan terus berlangsung hingga ovarium benar-benar berhenti melepaskan sel telur yang disebut juga dengan menopause.  

Periode ini juga ditandai dengan beberapa perubahan fisik, seperti vagina yang terasa lebih kering, menstruasi yang tidak teratur, kadar kolesterol yang meningkat, hingga payudara yang terasa lebih kencang.

**

Walaupun berbeda, namun baik pria maupun wanita terikat dengan sebuah perasaan yang sama, yaitu rasa penasaran yang tinggi. 

Pada usia ini, dengan semua perubahan, mereka akan selalu bertanya bagaimana dunia melihat mereka sekarang. Mereka menjadi sangat peduli terhadap sikap orang lain, baik dari orangtua, usia sebaya, atau para milenial yang sudah beranjak dewasa.

Intinya, puber kedua adalah masa ketika 'badai stres' bertemu dengan dorongan gairah yang menggebu-gebu. Tidak memandang suku, agama, ras, bahkan jenis kelamin.

Mengapa Ada Istilah Puber Kedua?

Pada periode pubertas, seorang remaja akan mengalami perubahan fisik yang berhubungan dengan berkembangnya organ reproduksi. Perubahan ini juga akan diikuti dengan perubahan perilaku. 

Secara psikologis, para remaja akan cenderung agresif, sensi (moody), dan lebih berani mencoba hal baru yang berisiko.    

Perubahan psikologis ini sering juga dialami oleh pria paruh baya. Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas, "Pembuktian kesuksesan harus dilakukan dengan cara yang berbeda." Sikap ini kadang membuat seorang paruh baya bertingkah layaknya anak remaja yang baru memasuki usia pubertas.

Beberapa hal yang bisa terlihat dengan jelas adalah perubahan mood yang lebih fluktuatif, seperti tidak percaya diri, gampang stres, atau sebaliknya, menjadi lebih agresif.

Pada wanita, perubahan fisik pada periode perimenopause, juga mempengaruhi perubahan perilaku. Para wanita akan lebih mudah tersinggung, susah tidur, serangan panik, kecemasan, beban pikiran yang berlebih, hilang kendali, sulit konsentrasi, dan kebingungan.

Tidak semua akan mengalami hal yang sama, namun itu adalah ciri-ciri wanita pada periode perimenopause. Secara psikologis, hal ini tak jarang membuat sang wanita tidak mengenal lagi siapa dirinya, atau lebih tepatnya kehilangan jati diri. Perilaku seperti inilah yang kerap kali disamakan dengan remaja pada fase pubertas. 

Perspektif Singkat Numerologi terhadap Fenomena Puber Kedua

Dalam Numerologi, ada istilah Angka Kedewasaan yang merujuk kepada midlife crisis ini. Angka tersebut akan menghasilkan sembilan kemungkinan angka (1-9) dan dua indikator (positif dan negatif). Penulis akan membahas mengenai hal ini pada sebuah artikel khusus.

Akan tetapi filsafat Angka Kedewasaan yang perlu diketahui terlebih dahulu, adalah terlepas dari berbagai kemungkinan sikap seseorang memaknai perubahan pada dirinya (yang diwakili angka 1 hingga 9), ada dua output yang harus disikapi (indikator positif dan negatif).

Tidak semua orang bisa menyikapi usia paruh waktu dengan bijak. Ketika berada di persimpangan jalan perubahan, manusia yang ingin menjadi berbeda akan cenderung memilih dua jalan pilihan.

Jika dikelola dengan baik, hal ini bisa menjadi sebuah karya yang inspiratif. Bisa pula menjadi sebuah kesempatan baru yang menyenangkan bagi kehidupan di masa tua kelak. Namun jika tidak dikelola dengan baik, maka timbullah stigma-stigma negatif tentang krisis puber kedua yang selama ini beredar di masyarakat.

Jangan biarkan diri untuk menyesali apa yang sudah terjadi. Jika dibiarkan berlanjut, maka hanya hal-hal negatif yang akan datang menghampiri.

Mispersepsi Tentang Puber Kedua

Pertama. Sekali lagi puber kedua bukanlah istilah medis atau psikologis. Ia bukan pula penyakit fisik atau gangguan jiwa. Jika ditangani dengan baik, maka akan menjadi sebuah kekuatan. Sebaliknya, jika krisis ini tidak disikapi dengan bijak, maka tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan depresi atau gangguan mental lainnya.

Kedua. Bahwa perselingkuhan adalah penyebab dari puber kedua juga adalah hal yang salah. Sebagian orang yang mencari jati dirinya mungkin menjadikan seks sebagai pelarian. Namun itu hanyalah sebagian saja. Tidak jarang juga ada yang melampiaskannya ke dalam bentuk spiritual demi mendapatkan ketenangan dari gejolak batin di masa puber kedua.

Ketiga. Secara umum memang usia 35 hingga 45 tahun adalah yang paling rentan. Akan tetapi peristiwa besar yang mampu mengubah jalan hidup seseorang tidak memandang usia.  

Keempat. Puber kedua adalah perubahan dalam diri yang berhubungan dengan krisis terhadap sesuatu yang spesifik dalam kehidupan. Biasanya merupakan peristiwa besar yang tidak menyenangkan, seperti kematian orang dekat, kehilangan pekerjaan, atau penyakit serius.

Namun demikian, peristiwa-peristiwa besar yang menyenangkan, seperti kesuksesan usaha, menikah, mendapatkan momongan baru, atau lonjakan karir di perusahaan, juga bisa merupakan penyebab terjadinya perubahan gejolak emosi seseorang menjadi seperti yang digambarkan sebagai puber kedua.

"Saya sudah mengalami masa puber kedua, bagaimana dengan kamu?"

Referensi: 1 2 3

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun