Siapapun mengenal napak tilas Laksamana Cheng Ho. Ia adalah seorang kasim yang mendapatkan kepercayaan Kaisar dari zaman Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He dan juga dikenal dengan nama Ma Sanbao, atau Sam Po, yang menjadi nama dari Kuil Sam Po Kong di kota Semarang.
Selama abad ke-15, Laksamana Cheng Ho banyak melakukan ekspedisi ke Malaka (Asia Tenggara), dengan tujuan memperluas pengaruh politik Dinasti Ming ke negara-negara timur jauh. Ia melakukan pertukaran budaya, memberikan hadiah-hadiah, pengetahuan, sekaligus menjadikan negara yang dikunjunginya sebagai aliansi dari kekuatan besar Dinasti Ming.
Akan tetapi, Cheng Ho yang juga seorang muslim, memiliki ambisi pribadi. Sebagai seorang yang soleh, ia merasa memiliki kewajiban untuk mengenalkan ajaran besar Nabi Besar Muhammad Rasullah S.A.W.
Dinasti Ming (1368-1644) memiliki dualisme kebijakan terhadap agama Islam. Di satu sisi mereka sangat menentang orang asing peganut islam asal Arab, Persia, dan Asia Tengah untuk berbahasa asing, menggunakan nama aslinya, hingga mengenakan baju tradisionalnya, dengan alasan pembauran.
Namun di sisi lain, mereka justru sangat mengapresiasi agama Islam yang sudah masuk ke China sejak tujuh abad sebelum Kaisar pertama China, Zhu Yuang Zhang, pendiri Dinasti Ming lahir.
Kaisar Zhu Yuang Zhang bahkan pernah dikisahkan menulis sendiri, "Seratus Kata Puji-pujian kepada Rasulullah (Zhi Sheng Bai Zi Zan)."Â Tulisan ini bahkan masih bisa didapatkan pada guratan tembok masjid-masjid di China.Â
Bukan hanya terbatas kepada rumah ibadah saja, putra Kaisar Zhu Yuan Zhang yang kelak menjadi kaisar ketiga Dinasti Ming, juga mengeluarkan peraturan perlindungan terhadap muslim di daerah kekuasaannya, agar takada yang boleh merudung mereka.
Kaisar Mualaf Pertama
Meskipun Kaisar Zhu Yuan Zhang dan Zhu Di adalah raja yang bertanggung jawab dalam mendukung perkembangan agama Islam di Dinasti Ming, namun tidak ada catatan sejarah yang mencatat status agama mereka.
Dikutip dari Historia.id, sebuah penggalan catatan tertulis sebagai berikut;
"Syahdan, pada suatu malam kaisar China (khaqan-i Chin) ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Setelah bangun, dia melihat di dinding kamarnya tergurat kalimat syahadat dengan aksara berwarna hijau. Dia kemudian menghafalnya, lalu menyebarluaskan ke orang-orang istana dan menitahkan orang-orang di seluruh negerinya untuk turut membacanya."
"Orang-orang komplain karena tidak ada kaisar China sebelumnya yang menganut Islam, namun kaisar China ini bersikeras tetap akan menjadi muslim karena itu adalah urusan rohaniah yang tidak boleh ada siapapun yang mengintervensinya."
Menurut Na Jufeng, sejarawan muslim dari Nanjing University, yang dimaksudkan oleh Ali Akbar tersebut adalah Kaisar ke-sebelas Dinasti Ming, bernama Zhu Houzhao. Dia berkuasa selama 16 tahun dari 1505 hingga 1521. Salah satu bukti keislaman Kaisar Zhu Houzhao dapat dilihat di museum Istana Kota Terlarang, Beijing, dalam bentuk piring keramik putih bertuliskan huruf Arab dan ayat-ayat Al-Qur'an warna merah maron.
Meskipun era Dinasti Ming banyak menyimpan sejarah tentang perkembangan agama Islam di China, namun sebenarnya jejak Islam sudah ada jauh sebelumnya. Memang tidak terlalu banyak karya literasi klasik China yang membahasnya, namun justru itulah yang kadang menjadi ambigu catatan sejarah. Walau demikian, ada beberapa sumber yang sering menjadi sandaran para sejarahwan.
Catatan Tentang Persatuan Ming Agung (Da Ming Yi Tong Zhi)
Catatan ini berasal dari tahun 1461 dan berisikan 90 jilid buku. Isinya adalah bagaimana Islam mulai disebarkan oleh salah satu sahabat Nabi Muhammad S.A.W., yang bernama Sa'ad Waggas di masa Dinasti Sui pemerintahan Kaisar Wen Kai Huang.
Sebuah prasasti yang dipahat di batu oleh Wu Jian pada tahun 1350 yang bisa ditemui di Masjid Qingjing, Guangzhou, juga menyuguhkan data yang lebih detail mengenai perjalanan Sa'ad menyebarkan agama Islam di China. Salah satu peninggalannya adalah Masjid Huaisheng yang kini masih kokoh berdiri di Kota Guangzhou, China.
Meski demikian, ada kejanggalan pada catatan sejarah ini. Kaisar Wen memerintah Dinasti Sui selama 20 tahun, yakni dari 581-600. Dalam catatan disebutkan bahwa Sa'ad tiba di Guangzhuo pada tahun ketujuh pemerintahan Kaisar Wen (587). Masalahnya, Aminah Binti Wahab melahirkan Nabi Muhammad S.A.W pada tahun 570 dan baru menerima wahyu pada usia 40 tahun (610). Ini berarti ada perbedaan tahun dari kenyataan yang ada.
Walaupun demikian, para sejarawan Dinasti Qing tetap mengakui teori bahwa Sa'ad adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di China di masa Dinasti Sui pemerintahan Kaisar Wen. Sejarah ini tercatat ke dalam "Sejarah Ming (Ming Shi)" yang penulisannya memakan waktu lebih dari 90 tahun lamanya.
Kitab Fujian (Min Shu)
Jejak penyebaran keempat murid Rasululah ini disebutkan dalam bentuk makam murid ketiga dan keempat di Gunung Ling, Quanzhou. Perdebatan di antara para sejarawan pun terjadi, sebabnya Liu Zhipung sejarawan China dalam buku "Bangunan Islam China (Zhongguo Yisilanjiao Jianzhu, 1985)," mengatakan bahwa makam yang dimaksud diperkirakan dibangun di masa Dinasti Yuan (1271-1368).
Selain itu, menurut Wu Wenliang dalam buku "Batu Ukir Agama Quangzhou (Quangzhou Zongjiao Shi Ke, 2005)," Gunung Ling adalah merupakan kompleks makam pedagang-pedagang Arab yang dikelola oleh Lin Zhiqi, dari zaman Dinasti Song.
Kitab Tang Lama (Jiu Tang Shu) dan Kitab Tang Baru (Xin Tang Shu)
Kedua kitab ini secara beruntun dikompilasi pada tahun 945 dan 1060. Mengungkapkan bahwa Arab pernah mengirim utusan ke China pada tahun kedua masa pemerintahan Kaisar Gaozong dari Dinasti Tang (651). Hingga kini mayoritas sejarawan China menjadikan tahun ini sebagai awal penyebaran Islam ke China.
Disebutkan bahwa pada tahun kedua pemerintahan Kaisar Taizong (628) era Dinasti Tang, sang Kaisar bermimpi ada seorang yang mengenakan kain di kepalanya mengejar setan yang masuk ke dalam Istana. Para orang bijak dan ahli tafsir Istana kemudian memaknai orang Arab sebagai sang pengusir setan.
Kaisar lantas mengutus duta khusus untuk menghadap raja Arab. Sebagai balasannya, raja Arab mengutus tiga pakara agama Qais, Uwais, dan Qasim. Dari ketiga utusan ini, hanya Qasim yang berhasil tiba di istana kaisar dengan selamat. Setelah itu, sang Kaisar kemudian banyak berdiskusi mengenai agama Islam, dan sangat senang dengan penjelasan Qasim.
Sejarah perkembangan Islam di China memang tidak mengandung banyak catatan resmi. Namun hubungan ekonomi China dan Arab sebenarnya sudah terjalin jauh sebelum Islam lahir. Tidak tertutup kemungkinan perkembangan awal Islam di Arab tidak telalu jauh dengan penyebarannya di China, melalui para saudagar muslim, hingga kini tetap eksis sebagai salah satu agama yang dianut oleh sekitar 30 juta warga muslim di China.
Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI