Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

White Suhu Black Suhu, Romo Bobby yang Romantis dan Felix Tani yang Anarkis

23 November 2020   20:37 Diperbarui: 25 November 2020   15:37 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Kompasianer, sah-sah saja menganggap siapapun sebagai guruku. Bergabung dengan blog bersama ini selama kurun waktu setahun, gaya literasiku telah banyak dipengaruhi oleh para Suhu.

Saya memulai lima tulisan pertama dengan prestasi yang luar biasa memalukan. Lentur tak bertulang, indah tak sedap dipandang, dan bernas tak disebutkan. Jujur, jika dibaca ulang, ingin muntah rasanya.

Namun nasib telah mempertemukanku dengan orang-orang hebat di Kompasina. Dua orang pertama adalah Romo Bobby yang selalu berbagi ruang, dan Prof. Felix Tani yang selalu mengenakan caping. Entah kebetulan, kedua guru pertamaku ini sekarang menjadi nominator Kompasiana Awards 2020 pada kategori yang sama (best in opinion).

Jika Robert Kiyosaki mengakui ia telah belajar dari dua ayahnya yang miskin dan kaya lewat buku Rich Dad Poor Dad (1997), saya juga memiliki dua orang guru dengan aliran yang sama sekali berbeda.

Romo Bobby, seorang Rohaniawan dari aliran putih, bak guru Kungfu Shaolin yang mengajarkan teknik penulisan yang bersih tanpa noda. Sementara Felix Tani dari aliran hitam Bu Tong-pai, yang mengajarkanku bagaimana menulis dengan gaya kenthirismenya yang suka bikin kentut sendiri. Kedua-duanya saya hormati.

Selain sama-sama berada pada klasemen yang sama, masih ada lagi satu kesamaan. Sadar tidak sih kalau wajah mereka tidak pernah tampak dalam keriuhan Kompasiana? Menambah suasana misteri bagi para Kners yang kepo, namun menambah nilai plus bagi diriku. Saya memiliki guru penulis dari dunia mistis.

Oke apa sih tujuan dari penulisan ini? Yang jelas bukan tulisan di hari Minggu yang bermutu jelek. Bukan juga kutukan bagi seorang Numerolog yang tidak ada baik-baiknya di mata Felix Tani. Baiklah, saya berjanji untuk tidak menggunakan angka, jimat, mantra, ataupun pelet pada tulisan ini.

Di awal-awal karirku sebagai kontributor Kompasiana, saya tak pernah segan menyalurkan hasrat kekepoanku terhadap siapakah kedua suhu dari dunia mistis ini. Bukannya Pocong atau Kuntilanak Tuna Angka yang kudapatkan, namun ternyata, selain menulis, kedua guru ini ternyata sangat piawai dalam dunia musik.

Link di bawah ini adalah sebuah lagu dengan judul Sang Pejuang Misi. Tertulis penciptanya adalah Romo Adi W. MSF dan Romo Bobby MSF. Untuk yang ini, saya telah mengkonfirmasikan kepada Romo Bobby 'Ruang Berbagi' sendiri, dan hasilnya SAH!

Sementara Felix Tani sendiri sebenarnya adalah seorang pianis jazz internasional. Beliau telah melanglang buana untuk memamerkan kepiawaiannya.

Untuk yang ini, sejujurnya saya tidak menanyakan langsung kepada beliau. Sebabnya karena memang aku lebih menyukai demikian adanya. Kalaupun ia tak mengakuinya, maka rasa hormatku justru semakin besar kepadanya. Felix Tani memiliki ilmu gaib yang sakti. Ia bisa mengubah wajahnya yang "ketani-tanian" menjadi "kebule-bulean."

Felix Tani versi bule (sumber: soundcloud.com)
Felix Tani versi bule (sumber: soundcloud.com)
Rekaman youtubenya, dapat dilihat di link dibawah ini;

Oke, stop sampai di sini. Romo Bobby guruku yang putih tidak perlu dibahas lagi. Siapapun bisa berguru padanya, jika ingin menjadi penulis "putih" yang baik.

Namun rasa penasaran terhadap guruku yang hitam, tak akan lekang oleh waktu. Lagipula, bukankah ilmu hitam lebih menarik dari ilmu putih? Ternyata permirsah, seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak.

Sebuah tulisan dari Guido Reba telah membongkar "kemaluan" Felix Tani. Malu karena ternyata, ia tak lain hanyalah seorang manusia biasa yang tak memiliki mantra "Kuntilanak Anulaki", seperti yang kupikirkan.

Baca juga: Menyigi Gagasan Prof Felix Tani Seputar Pertanian Natural Holtikultura 

Perihalnya, si Guido malang ini terjebak dalam undangan yang diberikan oleh Prof. Tani, yaitu Webinar KTNA Pertanian Natural Holtikultura via aplikasi Zoom, Rabu 19.08.2020. Si Guido yang sepertinya sudah kena pelet mengatakan bahwa "suasana webinar ini lebih hidup dengan kehadiran salah satu pemateri, Kompasiner Kenthir, Prof. Felix Tani."

Aku emoh berkomentar di sini, karena ini adalah pernyataan pribadi dari Guido Reba, tentang kekagumannya terhadap kenthirisme. Apakah itu yang menyebabkan dirinya sering berganti-ganti nama, atau hanyalah upaya sederhana untuk membingungkan hitungan Numerolog, aku tak tahu.

"Subjektif merupakan ciri anarkisme," ini adalah kalimat dari Reba, eh... Gui, eh... Guido.   

"Menarik, ketika dalam mengawali pemaparan materinya, beliau mengawinkan konsep pertanian ekologis (tani alami) dengan filsafat." Aku kutip lagi dari tulisan si dia dengan banyak nama.

Nah, jika pembaca jeli, bukannya ini adalah dua dengan konsep antihesis dari sebuah keilmuan?

Filosofi jelas adalah hal yang subyektif. Dengan demikian, maka konsep filosofi tani adalah sebuah anarkisme. Oleh sebab itu, wajarlah jika ramalan numerologi-ku yang berdasarkan filsafat juga adalah sebuah anarkisme, bukan?

Guru kencing berlari, murid kencing terbirit-birit.

Jadi, janganlah menganggap bahwa jika Felix Tani tidak menang sesuai dengan ramalanku, maka itu adalah pertaruhan reputasi yang memerlukan bantuan jimat. Anarkisme adalah sebuah cara untuk tepat untuk mengekspresikan hal ini.

Dikutip dari Wikipedia, anarkisme adalah "filsafat politik yang menganjurkan masyarakat tanpa negara atau sering didefinisikan sebagai lembaga sukarela yang mengatur diri sendiri," alias "mau-mau gue lah."

Kembali meminjam konsep "antithesis dari keilmuan." Artinya jika Felix Tani kalah, maka itu adalah anarkisme. Jika Felix Tani menang, maka itu adalah anarkisme juga. Sebabnya? Karena ramalan Numerologiku adalah konsep filsafat.

Sudahlah, tidak usah membela diri. Yang pasti jantungku sedang berdegup kencang. Namun bukan karena hasil ramalan, tetapi hanya penasaran siapakah yang akan memenangkan jawara Kompasiana Awards 2020 Best in Opinion.

Jika Romo Bobby juara, maka ternyata warga Kompasiana senang dengan tulisan putih yang romantis. Dijamin semakin banyak Ozy-ozy Jomblo yang akan segera naik ke pelaminan.  Jika Felix Tani menang, maka memang sudah saatnya warga Kompasiana mendambakan tulisan gelap berbau anarkisme. Tunggulah kehadiran Tante-tante Virus baru di permukaan bumi.

Namun jika Agung Webe, Yupiter Gulo, atau Jose Hasibuan yang menang, maka di sinilah saatnya dunia Kompasiana tidak dikuasai oleh si hitam atau si putih. Damai rasanya.

Akhir kata, tidak ada yang tidak bisa dipelajari dari seorang guru. Guido menyebutkan sebuah kalimat inspiratif, "mencontohkan filosofi berbasis natural adalah memulihkan alam dari kerusakan yang ditimbulkan oleh pengetahuan dan kegiatan manusia hingga memulihkan kembali relasi yang baik antara manusia dengan Tuhan."

Menurut saya pribadi, ini adalah sebuah kutipan yang sangat inspiratif dari otak penggagas Kenthirisme. Bukankah memang alam dan manusia seharusnya hidup berdampingan secara damai? Tidak perlu dibahas lagi, takut kuwalat saya sama guruku.

Selamat Hari Guru 2020, bagi seluruh pejuang tanpa tanda jasa

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun