Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pola Asuh Orangtua China adalah Bentuk Toxic Relationship, Benarkah?

23 November 2020   09:32 Diperbarui: 23 November 2020   09:38 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Battle Hymn of the Tiger Mother (sumber: amazon.co.uk)

Orangtua China kerap kali mengintimidasi anaknya untuk memperoleh nilai akademik yang baik, karena menganggap anaknya cukup kuat untuk menghadapi tekanan. Di sisi lain pujian tidak dilakukan secara berlebihan. Bagi mereka, orangtua yang tidak marah adalah hadiah yang sudah cukup baik.

Sebaliknya orangtua bule akan berhati-hati untuk menjaga perasaan anaknya. Kalaupun tidak mampu, kata-kata kasar tidak akan pernah menjadi pilihan. Bagi orangtua Barat, menghormati individu anak, mendorong mereka untuk mengejar impian, mendukung pilihan mereka, dan memberikan lingkungan yang positif.

Orangtua China percaya bahwa cara terbaik untuk melindungi anak adalah dengan mempersiapkan masa depan mereka dengan berbagai ketrampilan, etos kerja, mental yang kuat, dan kekuatan batin yang tinggi hingga akan memiliki daya saing yang kuat di masyarakat.

Perbedaan pola asuh yang diterapkan oleh kedua gaya ini, tak terlepas dari pandangan masing-masing budaya terhadap wujud seorang anak. Bagi orangtua China, anak harus mendengarkan orangtua, karena itu adalah bentuk bakti kepada orangtua.

Dalam tradisi masyarakat Tionghoa, ada konsep Hauw yang pada intinya menekankan sifat hormat dan mengabdi kepada leluhur, orangtua, negara, dan masyarakat. Hauw bagi masyarakat Tionghoa adalah konsep moralitas yang menjadi cerminan sejak dahulu kala.

Menghormati orangtua adalah sesuatu yang sakral. Orangtua telah banyak berkorban, sehingga sang anak harus membayarnya dengan memberikan kebanggaan dan rasa hormat kepada orangtua. Prestasi akademik yang bagus adalah salah satu wujud rasa hormat.

Sementara pandangan masyarakat Barat terhadap anak-anaknya, lebih kepada hubungan dua individu yang saling mendukung. Anak-anak tidak perlu memikirkan nasib orangtuanya, sementara orangtua tidak bisa memaksa sang anak menjadi apa yang mereka inginkan.

Buku Amy ini menjadi kontroversi di dunia barat. Tidak sedikit juga orangtua Bule akhirnya mengakui bahwa pola asuh "tigermom" yang diterapkan Amy bisa membuat masa depan anak menjadi lebih baik. Namun banyak juga yang menentang dengan mengatakan bahwa gaya mendidik bak robot dan tidak menghargai individu anak adalah penerapan toxic relationships.

Bagaimana dengan anda? Pola asuh yang manakah yang terbaik? Apakah gaya authoritarian yang dilakukan oleh orangtua China dapat disebutkan sebagai pola asuh toxic parents? Atau gaya Bule adalah yang paling pas di zaman sekarang ini?

Penulis adalah seorang anak yang dibesarkan dengan gaya keras China, hingga saat ini masih baik-baik saja. Minimal tidak memalukan orangtua. Penulis memilih untuk mengadopsi gaya demokratis Bule untuk mendidik anak-anak. Alhamdulilah, tidak ada yang mengecewakan.

Menurut penulis sih, semuanya kembali kepada kehendak. Seharusnya setiap orangtua menyayangi anaknya dengan gayanya masing-masing. Terlepas apakah sang anak merasa kecewa atau bahagia dalam mengikuti aturan main yang diterapkan, seharusnya orangtua memahami yang manakah yang terbaik bagi diri mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun