Kepuasan Su Nu dan dewi lainnya, dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada mahluk surgawi, sementara manfaat yang diterima oleh Kaisar yang berhasil memberi kepuasan seksual kepada para dewi adalah kesaktian yang jarang dimiliki oleh para lelaki biasa.
Meskipun pencipta buku ini tidak diketahui dengan jelas, namun bahasa yang digunakan melambangkan gaya sastra yang terdidik. Banyak bahasa kiasan bergaya puitis yang terkandung di dalamnya, seperti contoh alat kelamin pria disebutkan sebagai 'Tongkat Giok,' dan alat kelamin wanita disebut dengan 'gerbang permata, istana surgawi, atau teratai merah."
Penerapan teknik bercinta juga menggunakan istilah jurus sakti, seperti "Naga Bersalto, Harimau Melangkah, Kera Bergulat, Kelinci Menjilat, hingga Kucing dan Tikus Berbagi Lubang." Secara umum buku ini merupakan gabungan dari berbagai pemikiran kuno tentang makna dari hubungan seksual itu sendiri.
Tak hanya teknik saja, buku ini juga memberikan resep ramuan kuno untuk meningkatkan libido. Begitu pula dengan hal-hal yang berhubungan dengan psikologis hingga kebutuhan biologis. Kitab ini menekankan cinta, mental, norma, hingga kewibawaan yang harus dipadukan dalam sebuah hubungan seksual yang sejati. Tujuannya untuk menekankan bahwa seks bukan hanya sekedar mendapatkan keturunan, namun juga untuk mendapatkan anak yang berkualitas melalui aktivitas seksual yang sehat, elegan dan memuaskan.
Pemikiran para alkemis Tao sering diungkapkan sebagai energi. Bagaikan mengadu ilmu tenaga dalam, para lelaki dan wanita harus melakukannya dengan hati-hati agar tidak ada seorang pun yang akan terluka nantinya.
Keseimbangan "Yin-Yang'Â juga menjelaskan mengenai kesetaraan gender. Lelaki dan wanita harus memiliki ketertarikan satu sama lain untuk memulai sebuah hubungan badan. Begitu pula dengan aktivitas selama hubungan ranjang berlangsung.
Tak ada seorang pun yang hanya bisa tergeletak diam. Kedua insan harus memiliki peranan yang sama agar tidak ada energi yang terserap dengan percuma. Lelaki tidak bisa terlalu agresif dan bernafsu, sementara wanita tidak bisa pasrah menjadi obyek pelampiasan semata.
Walaupun budaya timur kelihatan lebih malu-malu dan pembahasan aktivitas seks adalah hal yang tabu, namun tidak bisa dipungkiri bahwa seks adalah aktivitas yang alami (bahasa Tiongha: Ce-ran) dan tidak bisa dihindarkan.