Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perbedaan dan Persamaan adalah Sebuah Kenyataan yang Absurd

17 November 2020   06:19 Diperbarui: 17 November 2020   06:26 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia dilahirkan dengan sebuah pertanyaan yang besar. Mengapa aku ada, dan siapakah diriku? Seorang bayi mulai mengenal dirinya, dan di saat yang sama, ia juga belajar mengenali orang-orang terdekat dan lingkungannya.

Ia memahami perbedaan dan sekaligus persamaan dalam bentuk absurd. Aku ada, demikian juga kedua orangtuaku. Seiring waktu berjalan, sang balita merasa nyaman dengan perbedaannya. Apa yang menjadi kekurangannya, akan dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Di saat yang sama, ia juga merasakan persamaan melalui cinta kasih dari orang-orang terdekatnya.

Manusia butuh pertemanan, karena ia adalah mahluk sosial. Namun persahabatan saja tidaklah lengkap tanpa ketertarikan yang sama.

Sebuah keluarga dipersatukan dalam sebuah tujuan yang sama. Istilah hubungan darah menjadi perekat. Istilah keturunan menjadi sebuah persamaan. Istilah marga menjadi sebuah marwah yang harus dijaga.

Seiring waktu berjalan, persamaan ini menjadi sebuah kenyataan yang semakin jelas. Di awal sekolah, diri mulai menyeleksi kawan yang dianggap "sama." Enak diajak berbicara, enak diajak bermain, dan enak diajak bercanda. Kawan-kawan yang tidak "satu frekuensi" kemudian mulai disingkirkan, bahkan dimusuhi.

"Ryu-kahn, kenapa kamu suka berkawan dengan Albert, Veluna, dan Rafael?"

"Karena kita semua sama, Pa."

Dari persahabatan ini, muncullah identitas kelompok. Identitas berdasarkan kelas, berdasarkan sekolah, lingkungan, hobi, agama, bahkan ras. Tidak ada alasan yang resmi, mengapa persahabatan kelompok ini terjadi, yang pasti, ada sebuah persamaan yang muncul.

Lantas, apakah pada akhirnya manusia memang membutuhkan persamaan? Apakah sebuah komunitas akan langgeng karena adanya persamaan? Apakah memang manusia memang hanya menyukai persamaan saja?

Penulis menggarisbawahi kata sama. Jika memang demikian, perlukah kita menyoalkan perbedaan?

Tanpa disadari, insting manusia yang menyukai persamaan, kemudian juga mengarahkan dirinya untuk mempermasalahkan perbedaan. Memaksa kehendak, menuntut persamaan, mengadili perlakuan, tiada akan habisnya selama perbedaan masih terjadi.

Seandainya, pada hari ini semua orang hanya terdiri dari 1 jenis warna kulit, 1 keyakinan, dan 1 agama, apakah perbedaan tidak akan ada lagi? Apakah itu adalah tujuan bagi kita untuk mencapai kehidupan yang sempurna?

Tidak, karena jika seluruh manusia di dunia memeluk keyakinan yang sama, perbedaan akan tetap terjadi. Jika seluruh manusia memiliki warna kulit yang sama, maka persamaan tetap mustahil adanya.

Mengapa demikian? Karena pada dasarnya seluruh ras manusia adalah sama, namun pikiranlah yang selalu secara konsisten mencari perbedaan. Padahal Tuhan menciptakan manusia dengan sempurna. Tanpa harus membeda-bedakan seorang dengan yang lainnya, tubuh dan seluruh anatominya, sudah menjelaskan banyak hal mengenai perbedaan.

Jari telunjuk, tengah, manis, kelingking, dan jempol berbeda adanya. Jika perbedaan ini adalah masalah, maka berdoalah kepada Tuhan untuk mengubah kelima jari menjadi jempol yang sama.

Nyatanya tidak, manusia jari-jari yang tidak sama sangat dibutuhkan agar dapat berfungsi maksimal sesuai dengan peranannya masing-masing. Perbedaan di sini bukan saja penting, namun juga merupakan anugrah. Akan tetapi, tetap saja, manusia selalu menyalahkan perbedaan.

Lihatlah di sekelilingmu, nikmatilah anugrah Tuhan dengan segala keragamanya. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang harus dibrutalkan.

Keragaman adalah sebuah rantai simbiosis mutualisme yang saling melengkapi. Menguntungkan pihak lain, tanpa harus merasa dirugikan.

Mempermasalahkan perbedaan sama dengan meragukan alam semesta dan seluruh isinya.

Melenyapkan perbedaan sama dengan mengamputasi tangan, karena ia tidaklah sama dengan kaki.

Menghargai perbedaan adalah menerima kenyataan, karena pada dasarnya saya berbeda, kamu berbeda, dan semua orang berbeda.

Menghargai perbedaan adalah mengapresiasi ciptaan alam. Wajib dilakukan sebelum Tuhan memutuskan untuk menciptakan satu jenis kelamin saja di dunia ini.

Selamat Hari Toleransi Internasional 2020

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun